Sumber foto: Google

Kurang Tidur Bukan Simbol Produktif! Profesional Muda Mulai Terjebak Gaya Hidup Berisiko

Tanggal: 13 Mei 2025 23:14 wib.
Tampang.com | Dalam budaya kerja modern, terutama di kalangan profesional muda, muncul tren gaya hidup “super sibuk” yang sering dibanggakan. Salah satu indikatornya: tidur hanya 4–5 jam per hari dianggap biasa dan bahkan jadi simbol produktif. Namun, para ahli memperingatkan bahwa kebiasaan ini bukan hanya keliru, tapi juga berbahaya bagi kesehatan jangka panjang.

Tidur Singkat Jadi Gaya Hidup “Produktif”
Banyak karyawan muda bangga memamerkan waktu tidurnya yang singkat. Narasi “tidur bisa nanti” dan “kerja dulu, istirahat belakangan” sering terdengar di media sosial dan ruang-ruang coworking.

“Saya tidur cuma empat jam tiap malam, tapi bisa beresin banyak proyek,” ujar Edo, 26 tahun, content strategist di sebuah agensi digital. “Itu menurut saya tanda saya bisa atur waktu dengan baik.”

Namun menurut para pakar kesehatan, kebiasaan ini justru menunjukkan ketidakseimbangan hidup dan dapat memicu masalah serius.

Dampak Kurang Tidur Terhadap Tubuh dan Otak
Dr. Fina Sari, seorang spesialis kesehatan tidur, menjelaskan bahwa tidur yang cukup dan berkualitas adalah kebutuhan dasar tubuh, bukan kemewahan.

“Kurang tidur meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, obesitas, depresi, hingga penurunan fungsi kognitif. Dalam jangka panjang, itu bisa mempercepat penuaan dan melemahkan sistem imun,” jelasnya.

Penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa yang tidur kurang dari 6 jam per malam memiliki risiko 30% lebih tinggi mengalami gangguan jantung dibanding mereka yang tidur 7–8 jam.

Ironisnya, kurang tidur juga berpengaruh langsung terhadap produktivitas yang selama ini dibanggakan. Otak yang kelelahan sulit fokus, membuat lebih banyak kesalahan, dan lambat mengambil keputusan.

Budaya Hustle dan Tekanan Sosial
Fenomena ini tak lepas dari glorifikasi budaya “hustle” yang membanjiri media sosial: bangun subuh, bekerja hingga larut malam, dan selalu aktif. Profesional muda merasa harus terus “bergerak” agar tidak tertinggal atau dianggap tidak ambisius.

“Banyak yang takut dibilang pemalas kalau bilang butuh istirahat. Padahal tidur cukup itu bagian dari strategi produktivitas jangka panjang,” ujar Dr. Fina.

Solusi: Ubah Narasi, Prioritaskan Istirahat
Membentuk ulang cara pandang terhadap tidur adalah langkah pertama. Istirahat cukup bukan tanda lemah, melainkan cara menjaga performa dan kesehatan jangka panjang.

Beberapa perusahaan progresif mulai menyadari hal ini dengan menyediakan ruang tidur siang, waktu kerja fleksibel, atau kebijakan jam kerja maksimal agar pekerja tidak terjebak dalam siklus kelelahan.

Bagi individu, membangun kebiasaan tidur sehat seperti tidur dan bangun di jam yang sama, menghindari layar sebelum tidur, dan menciptakan lingkungan tidur nyaman bisa menjadi langkah awal.

Produktif tidak harus berarti tidur kurang. Justru dengan tidur cukup, otak bekerja lebih jernih, tubuh lebih bertenaga, dan risiko kesehatan bisa ditekan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved