Kesehatan Mental Remaja di Ujung Tanduk, Alarm Serius untuk Masa Depan Generasi Muda
Tanggal: 9 Mei 2025 06:35 wib.
Tampang.com | Di tengah berbagai kemajuan teknologi dan informasi, remaja Indonesia justru menghadapi krisis yang sering tak terlihat: kesehatan mental. Data Kementerian Kesehatan tahun 2024 menunjukkan peningkatan signifikan kasus depresi, kecemasan, bahkan keinginan bunuh diri di kalangan remaja. Tekanan dari lingkungan sosial, akademik, dan ekspektasi digital menjadi pemicu utama.
Angka Gangguan Mental Remaja Terus Meningkat
UNICEF Indonesia menyebutkan bahwa 1 dari 3 remaja mengalami gejala gangguan mental ringan hingga berat. Sayangnya, stigma dan kurangnya akses terhadap layanan kesehatan jiwa membuat banyak dari mereka tidak mendapatkan bantuan yang layak.
“Banyak remaja merasa sendirian, meskipun mereka dikelilingi orang. Mereka takut dicap ‘lemah’ jika mengungkapkan perasaannya,” ujar Siti Marwah, M.Psi., psikolog klinis dari Yogyakarta.
Faktor Penyebab yang Kompleks
Tekanan akademik, kompetisi berlebihan, dan ekspektasi orang tua sering kali menjadi beban mental besar. Belum lagi pengaruh media sosial yang menciptakan ilusi kesempurnaan dan membandingkan diri secara terus-menerus.
“Media sosial menciptakan standar hidup yang tidak realistis. Remaja merasa gagal jika tidak bisa ‘sebahagia’ atau ‘sesukses’ apa yang mereka lihat di Instagram atau TikTok,” kata Marwah.
Minimnya Dukungan Emosional di Lingkungan Sekolah dan Rumah
Guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah kerap kali kewalahan menangani banyak siswa dengan masalah psikis. Di sisi lain, keluarga sering tidak peka terhadap tanda-tanda stres atau depresi yang dialami anak.
“Banyak orang tua yang masih menganggap stres anak sebagai ‘baper’. Ini keliru. Kita harus peka dan siap mendengarkan, bukan menghakimi,” tegas Rina Anjani, guru BK di sebuah SMA negeri di Jakarta.
Kurangnya Akses terhadap Layanan Kesehatan Jiwa
Layanan konseling psikologis masih terbatas, terutama di daerah. Biaya konsultasi yang tinggi dan stigma sosial membuat banyak remaja memilih memendam masalahnya.
“Layanan kesehatan jiwa harus disediakan secara inklusif dan ramah remaja. Kita tidak bisa terus membiarkan mereka berjuang sendirian,” tambah Marwah.
Langkah Solutif: Edukasi, Pendampingan, dan Ruang Aman
Sekolah perlu menyediakan program kesehatan mental rutin, bukan hanya saat ada kasus. Keluarga juga perlu diberikan edukasi agar lebih terbuka dan suportif terhadap emosi anak.
“Beri ruang aman untuk anak mengekspresikan emosinya. Dengarkan, bukan hanya menyuruh mereka kuat,” kata Rina.
Remaja Sehat Mental adalah Investasi Bangsa
Menjaga kesehatan mental remaja adalah bentuk investasi sosial dan ekonomi jangka panjang. Generasi yang sehat jiwa akan tumbuh menjadi pribadi yang produktif, kreatif, dan stabil secara emosional.
“Kalau kita ingin masa depan bangsa cerah, kita harus pastikan remaja hari ini bahagia dan sehat secara mental,” tutup Marwah.