Kesehatan Mental Remaja di Ambang Krisis, Medsos Picu Stres dan Gangguan Cemas!
Tanggal: 15 Mei 2025 08:10 wib.
Tampang.com | Lonjakan gangguan mental di kalangan remaja Indonesia semakin mengkhawatirkan. Data dari Kementerian Kesehatan dan WHO menunjukkan peningkatan signifikan kasus depresi, kecemasan, hingga self-harm dalam lima tahun terakhir, dengan media sosial menjadi salah satu pemicu utama.
Medsos: Dua Sisi Mata Uang
Platform seperti Instagram, TikTok, dan X (Twitter) memang memberi ruang ekspresi, tapi di sisi lain memperkuat tekanan sosial. Remaja terus-menerus terpapar standar kecantikan, pencapaian hidup, hingga gaya hidup ideal yang tidak realistis. Akibatnya, banyak dari mereka merasa tidak cukup baik.
“Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) dan perbandingan sosial makin memperburuk kesehatan jiwa generasi muda,” ujar dr. Rani Putri, psikiater remaja dari RS Jiwa Bogor.
Gangguan yang Tidak Terlihat Tapi Nyata
Gangguan mental sering tidak tampak secara fisik, sehingga remaja yang mengalaminya kerap dianggap 'lebay' atau sekadar butuh hiburan. Padahal, tanpa penanganan, kondisi ini dapat berdampak pada penurunan fungsi akademik, relasi sosial, bahkan risiko bunuh diri.
Minimnya Akses Konseling di Sekolah
Sayangnya, fasilitas kesehatan mental di sekolah masih sangat minim. Banyak sekolah belum memiliki psikolog atau konselor profesional, padahal remaja menghabiskan sebagian besar waktunya di lingkungan pendidikan.
“Kita kekurangan tenaga konselor di sekolah, sementara tekanan terhadap remaja terus meningkat,” kata dr. Rani.
Solusi: Edukasi dan Sistem Dukungan Terintegrasi
Pakar mendorong agar kurikulum pendidikan mulai menyisipkan edukasi kesehatan mental sejak dini. Pemerintah juga perlu memperkuat layanan konseling berbasis sekolah dan komunitas, serta membuat platform digital yang ramah mental sebagai alternatif.
“Remaja butuh ruang aman untuk bicara, bukan hanya disuruh kuat. Jika tidak, generasi masa depan kita bisa tumbuh dalam diam dan krisis,” tutup dr. Rani.