Kemenkes: Mendeteksi dan Mencegah Stroke Lebih Dini
Tanggal: 28 Okt 2024 20:05 wib.
Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P), dr. Yudhi Pramono, mengungkapkan bahwa 90% kasus stroke dapat dicegah melalui penerapan kontrol terhadap faktor risiko yang berkaitan. Faktor risiko tersebut termasuk tekanan darah tinggi, diabetes, dislipidemia, gangguan jantung, kurangnya aktivitas fisik, pola makan tidak sehat, stres, dan konsumsi alkohol.
"Adalah hal yang disayangkan bahwa 90% kasus stroke dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risikonya," ungkap dr. Yudhi dalam pernyataan resmi Kementerian Kesehatan pada Minggu (27/10/2024).
Lebih lanjut, dr. Yudhi juga menekankan bahwa melakukan aktivitas fisik minimal selama 30 menit, lima kali dalam seminggu, dapat mengurangi risiko stroke hingga 25%. Aktivitas tersebut membantu menjaga berat badan ideal, mengontrol tekanan darah, serta meningkatkan kesehatan jantung.
Stroke merupakan penyakit yang mengancam jiwa, di mana setiap serangan stroke dapat menyebabkan kematian 1,9 juta sel otak setiap menit. Penyakit ini menjadi penyebab utama disabilitas dan kematian kedua tertinggi di dunia, sementara di Indonesia, stroke menanggung 11,2% dari jumlah kecacatan dan 18,5% dari jumlah kematian.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 per 1.000 penduduk. Selain itu, penyakit ini juga merupakan salah satu penyakit katastropik dengan biaya pengobatan tertinggi ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, dengan anggaran pengobatan mencapai Rp5,2 triliun pada tahun 2023.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mendorong peningkatan deteksi dini dislipidemia pada pasien diabetes melitus dan hipertensi, dengan target mencapai 90% atau sekitar 10,5 juta penduduk pada tahun 2024. Namun, hingga saat ini, capaian deteksi dini baru mencapai 11,3% dari target tersebut.
Pentingnya Aktivitas Fisik dalam Pencegahan Stroke
Dalam hal ini, perwakilan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO), dr. Elina Widiastuti, menegaskan betapa pentingnya aktivitas fisik dalam upaya pencegahan stroke.
Kurangnya aktivitas fisik termasuk dalam lima faktor risiko utama stroke, sehingga melaksanakan aktivitas fisik secara teratur dapat meningkatkan fungsi jantung, pembuluh darah, serta pernapasan, sekaligus menurunkan risiko kardiovaskular.
"Salah satu penyebab stroke adalah stres, dan aktivitas fisik atau berolahraga secara teratur dapat menurunkan tingkat kecemasan dan depresi," ungkap dr. Elina dalam informasi yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan.
Tak hanya itu, aktivitas fisik juga berperan penting dalam meningkatkan fungsi kognitif, performa kerja, serta menurunkan risiko jatuh bagi orang tua, sekaligus berfungsi sebagai terapi efektif bagi beberapa penyakit kronis, khususnya pada lansia.
Dr. Elina menjelaskan bahwa aktivitas fisik harian untuk mencegah stroke dapat dilakukan dengan tiga jenis aktivitas, yaitu:
1. Aktivitas aerobik: Berjalan, berlari, bersepeda, atau berenang dengan intensitas sedang, disarankan dilakukan 3-5 kali per minggu, selama 150-300 menit per minggu.
2. Penguatan otot: Aktivitas seperti gym, yoga, atau pilates, disarankan 2-3 kali seminggu.
3. Pembatasan aktivitas sedentari: Aktivitas duduk terlalu lama perlu dikurangi, misalnya dengan lebih banyak berdiri atau berjalan di sela-sela pekerjaan.
Mengenali Tanda dan Gejala Stroke
Dr. Dodik Tugasworo, perwakilan dari Perhimpunan Dokter Neurologi Indonesia (Perdosni), menjelaskan bahwa stroke tidak hanya menyerang lansia, namun juga individu usia produktif. Berdasarkan data global DALY tahun 2019, stroke juga ditemukan pada usia di bawah 15 tahun.
"Stroke menempati urutan tinggi dalam penyakit neurologi, bukan hanya pada lansia, tetapi juga pada rentang usia 10-80 tahun," papar Dr. Dodik.
Beliau juga memberi peringatan bahwa penderita stroke rentan terhadap penyakit lain, seperti hipertensi, jantung, dan diabetes, yang semua terkait dengan faktor risiko stroke.
Lebih jauh, Dr. Dodik mengingatkan masyarakat untuk memahami tanda dan gejala stroke melalui peringatan SeGeRa Ke RS, yang terdiri dari:
1. Senyum tidak simetris
2. Gerak tubuh melemah secara tiba-tiba
3. Kesulitan berbicara, kebas, atau kesemutan pada satu sisi tubuh
4. Rabun pada salah satu mata
5. Sakit kepala hebat atau pusing secara tiba-tiba
"Biasanya kita dengar peringatan dari Kementerian Kesehatan, yakni SeGeRa Ke RS, untuk membantu mengenal gejala stroke," tutur Dr. Dodik.
Mempertahankan Kesadaran akan Bahaya Stroke
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang bahaya stroke, diharapkan dapat mengurangi angka kejadian stroke di Indonesia. Upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit ini perlu terus ditingkatkan melalui sosialisasi, edukasi, dan peningkatan akses layanan kesehatan.