Jarang Makan Sayur dan Buah, Ancaman Nyata yang Masih Diabaikan?
Tanggal: 10 Mei 2025 12:03 wib.
Tampang.com | Pola makan masyarakat Indonesia kembali jadi sorotan. Data terbaru dari Kementerian Kesehatan menyebut bahwa rata-rata konsumsi sayur dan buah warga Indonesia masih sangat rendah, bahkan belum mencapai setengah dari standar yang dianjurkan oleh WHO. Di tengah meningkatnya kasus penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi, minimnya asupan gizi dari sumber alami justru makin mengkhawatirkan.
Hanya 1 dari 10 Orang Konsumsi Cukup Sayur dan Buah
Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 mengungkap bahwa hanya sekitar 11% penduduk Indonesia yang mengonsumsi sayur dan buah dalam jumlah yang cukup setiap harinya. Sisanya, sebagian besar hanya mengonsumsi sesekali, dan seringkali tidak mencapai porsi minimal.
“Banyak orang masih menganggap sayur itu pelengkap, bukan kebutuhan utama. Padahal efek jangka panjangnya sangat besar,” kata dr. Astri Nugraheni, ahli gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
Dampak Kesehatan yang Nyata, Tapi Tak Langsung Terlihat
Minimnya konsumsi serat dari sayur dan buah berkaitan erat dengan risiko penyakit jantung, obesitas, diabetes tipe 2, dan gangguan pencernaan. Namun karena dampaknya tidak instan, banyak masyarakat menyepelekannya.
“Pola makan rendah serat itu seperti bom waktu. Awalnya tidak terasa, tapi akumulatif merusak organ dalam tubuh,” jelas dr. Astri.
Harga Mahal dan Gaya Hidup Praktis Jadi Penghambat
Meski Indonesia kaya akan hasil pertanian, distribusi yang buruk membuat harga sayur dan buah di beberapa daerah relatif tinggi. Di sisi lain, gaya hidup praktis membuat masyarakat lebih memilih makanan instan atau cepat saji yang minim kandungan gizi.
“Orang lebih rela beli gorengan 5 ribu daripada satu porsi buah. Ada masalah persepsi dan akses di sini,” ujar Aditya Mahesa, aktivis pangan sehat.
Kurangnya Edukasi Sejak Dini
Pola makan sehat belum menjadi bagian dari kurikulum pendidikan dasar yang kuat. Anak-anak lebih akrab dengan jajanan manis dan tinggi kalori daripada pentingnya serat dan vitamin dari bahan alami.
“Kalau tidak dibiasakan sejak kecil, susah membentuk perilaku makan sehat saat dewasa,” tambah Aditya.
Perlu Intervensi Pemerintah dan Gerakan Kolektif
Pemerintah perlu mendorong kebijakan yang memudahkan akses ke makanan sehat, termasuk subsidi sayur dan buah untuk daerah dengan angka konsumsi rendah. Kampanye publik juga harus konsisten, tidak sekadar seremonial.
“Kita butuh gerakan nasional makan sayur dan buah, yang digerakkan dari sekolah, kantor, hingga keluarga,” saran dr. Astri.
Pola Makan Sehat, Investasi Kesehatan Bangsa
Konsumsi sayur dan buah bukan sekadar urusan gizi, tapi fondasi kesehatan jangka panjang. Mengabaikannya berarti menyiapkan generasi yang lebih rentan sakit dan membebani sistem kesehatan.
“Masyarakat berhak mendapat edukasi dan akses makanan sehat. Ini bukan pilihan, tapi kebutuhan dasar,” tutup dr. Astri.