Sumber foto: Google

Gula Tersembunyi di Makanan Anak, Apakah Label Gizi Selama Ini Menyesatkan?

Tanggal: 10 Mei 2025 17:32 wib.
Tampang.com | Anak-anak Indonesia semakin terpapar risiko kesehatan akibat konsumsi gula berlebih—dan banyak orang tua tak menyadarinya. Kandungan gula tersembunyi dalam makanan kemasan seperti sereal, biskuit, dan minuman berpemanis ternyata jauh di atas ambang sehat, meskipun label produk tampak "ramah anak".

Label Gizi yang Menyesatkan?

Label gizi sering mencantumkan klaim seperti “rendah lemak”, “mengandung vitamin”, atau “tanpa pemanis buatan”. Namun di sisi lain, kadar gula per sajian bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat dari batas wajar harian anak.

“Produk sereal anak yang diklaim bergizi, nyatanya mengandung lebih dari 20 gram gula per takaran saji. Itu sudah 80% dari batas asupan harian anak-anak,” kata dr. Ratri Kusumawardhani, ahli gizi klinis.

Pemanis Tersembunyi dalam Berbagai Nama

Salah satu trik umum produsen adalah menggunakan nama lain untuk gula, seperti fruktosa, maltosa, sirup jagung tinggi fruktosa, atau dekstrosa. Ini menyulitkan orang tua dalam mengenali kandungan sesungguhnya.

“Label tidak bohong, tapi sangat membingungkan. Banyak konsumen yang tidak tahu nama lain dari gula,” ujar Yani, ibu dua anak di Bekasi.

Anak Rentan Obesitas dan Diabetes Dini

Konsumsi gula berlebih pada anak-anak tidak hanya meningkatkan risiko obesitas, tapi juga memicu sindrom metabolik sejak usia dini. Data Riskesdas 2023 mencatat peningkatan signifikan kasus obesitas pada anak usia 5–12 tahun di Indonesia.

“Kalau ini dibiarkan, generasi mendatang akan lebih cepat terkena penyakit kronis. Ini bukan soal pola makan rumah saja, tapi juga produk industri yang harus diawasi,” tegas dr. Ratri.

Regulasi Masih Lemah, Edukasi Publik Minim

Hingga kini, regulasi tentang batas gula pada makanan anak belum memiliki batas maksimum yang tegas. Edukasi tentang membaca label gizi juga belum jadi prioritas dalam kampanye kesehatan masyarakat.

“Indonesia tertinggal jauh dibanding negara-negara yang sudah menerapkan label peringatan pada produk tinggi gula. Kita butuh intervensi lebih serius,” tambahnya.

Solusi: Label Gula Lebih Transparan dan Edukasi Awal

Pakar menyarankan agar pemerintah mulai mewajibkan pelabelan khusus untuk produk tinggi gula serta melakukan edukasi kepada orang tua sejak anak di usia balita.

“Kita butuh label visual yang sederhana, misalnya ikon peringatan berwarna merah jika kadar gula tinggi. Jangan hanya mengandalkan angka kecil di belakang kemasan,” tutup dr. Ratri.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved