Sumber foto: Google

Gaya Hidup Makin Malas Gerak, Ancaman Kesehatan Jangka Panjang!

Tanggal: 12 Mei 2025 22:28 wib.
Tampang.com | Di tengah kemajuan teknologi dan kenyamanan hidup modern, aktivitas fisik masyarakat justru terus menurun. Gaya hidup sedentari—yakni kebiasaan duduk terlalu lama dan minim bergerak—kian melekat dalam keseharian, terutama di lingkungan perkotaan. Meski terlihat sepele, pola hidup ini menyimpan risiko besar bagi kesehatan jangka panjang.

Mengapa Gaya Hidup Sedentari Berbahaya?

Berjam-jam duduk di depan layar, minimnya aktivitas fisik, serta pola makan instan menjadi kombinasi berbahaya yang mengintai tubuh secara perlahan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup tidak aktif berkaitan erat dengan peningkatan risiko penyakit kronis seperti obesitas, diabetes tipe 2, hipertensi, bahkan kanker.

“Gaya hidup sedentari adalah epidemi diam-diam. Banyak orang merasa sehat karena tidak merasakan gejala, padahal tubuhnya terus melemah,” ujar dr. Yanti Maharani, spesialis penyakit dalam.

Menurut data Kementerian Kesehatan RI, sekitar 33% masyarakat Indonesia, terutama di perkotaan, kurang melakukan aktivitas fisik sesuai anjuran WHO: minimal 150 menit aktivitas sedang hingga berat per minggu.

Dampaknya Tidak Instan, Tapi Menggerogoti

Berbeda dari infeksi yang gejalanya cepat terasa, dampak gaya hidup tidak aktif muncul secara bertahap. Penurunan stamina, berat badan tak terkendali, gangguan metabolik, serta kelelahan kronis menjadi tanda-tanda awal yang kerap diabaikan.

“Kondisi seperti insulin resistance bisa muncul tanpa disadari. Lama-lama ini berkembang jadi diabetes atau penyakit jantung,” jelas dr. Yanti.

Pola Kerja dan Transportasi: Dua Biang Utama

Perubahan pola kerja dari lapangan ke layar—terutama pascapandemi—menjadi pemicu utama meningkatnya waktu duduk. Ditambah kemacetan yang memaksa masyarakat duduk berjam-jam dalam kendaraan, gaya hidup aktif pun kian tersingkir.

“Kita melihat tren kerja remote dan hybrid sebagai solusi efisien, tapi itu memperburuk tingkat gerak fisik harian,” kata dr. Yanti.

Solusi: Bangun Rutinitas Gerak dan Kesadaran

Mengubah kebiasaan tidak aktif tidak harus dengan olahraga ekstrem. Menurut dr. Yanti, langkah awal bisa dimulai dari perubahan kecil yang konsisten:



Bangkit dan Bergerak Setiap 30 Menit
Setiap 30 menit duduk, sempatkan 2–3 menit untuk berdiri, jalan ringan, atau peregangan.


Prioritaskan Jalan Kaki
Alih-alih naik motor atau ojek untuk jarak pendek, biasakan jalan kaki sejauh 1–2 kilometer setiap hari.


Ubah Gaya Hidup Digital
Gunakan aplikasi pengingat gerak, matikan TV setelah jam tertentu, dan atur waktu maksimal untuk scrolling media sosial.


Aktivitas Ringan di Rumah
Membersihkan rumah, berkebun, atau bermain aktif bersama anak juga efektif sebagai bentuk aktivitas fisik.


Olahraga Ringan Tapi Rutin
Yoga, senam, dan jalan cepat selama 20–30 menit per hari lebih baik daripada olahraga berat tapi tidak konsisten.



Gaya Hidup Aktif, Investasi Sehat Masa Depan

Kesehatan tidak dibentuk hanya dari makanan atau obat, tetapi dari kebiasaan hidup harian. Dalam konteks masyarakat urban yang penuh tekanan dan kesibukan, mengatur waktu untuk bergerak adalah investasi penting untuk menghindari kerusakan tubuh di usia produktif.

“Kalau kita tidak mengubah cara hidup sekarang, kita akan membayar mahal di masa depan—dengan penyakit kronis yang sebetulnya bisa dicegah,” tutup dr. Yanti.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved