Dokter Mogok, Pasien di Korsel Takut Layanan Medis Tumbang
Tanggal: 28 Mar 2024 14:10 wib.
Para pasien dan keluarga pasien di Korea Selatan (Korsel) pada Rabu menyuarakan potensi gangguan yang sedang berlangsung dalam layanan medis akan semakin berkepanjangan, karena banyak rumah sakit umum mengurangi kapasitas layanan. Hal ini terjadi lantaran dari 90 persen dari 13 ribu dokter junior di Korsel telah mengundurkan diri secara massal selama lebih dari sebulan.
Pada Kamis (28/3/2024), dilansir dari ANTARA, tindakan tersebut sebagai bentuk protes terhadap keputusan pemerintah untuk meningkatkan kuota sekolah kedokteran. Keputusan tersebut berimbas pada pembatalan operasi penting dan melumpuhkan sistem medis di negara itu.
Pasien terus mengalami kekhawatiran yang mendalam atas dampak pemogokan dokter pelatihan. Seorang wanita berusia 30-an menceritakan kekhawatiran bahwa kelumpuhan layanan medis akibat pemogokan dokter pelatihan dan para profesor kedokteran dapat mempengaruhi terapi antikanker ibunya yang didiagnosis menderita kanker payudara stadium empat. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan menambah kecemasan bagi pasien dan keluarganya, serta menimbulkan ketakutan akan kemungkinan penyakit yang semakin parah.
"Saya sangat khawatir bahwa siklus pengobatan ini dapat terpengaruh jika profesor kedokteran di rumah sakit tersebut memutuskan untuk mengundurkan diri juga,” ungkap seorang wanita kepada Kantor Berita Yonhap di Rumah Sakit Universitas Nasional Chungbuk, Cheongju.
Selain itu, pasien penyakit ginjal berusia 70-an tahun lainnya yang mengunjungi rumah sakit juga melampiaskan rasa frustasinya. Pria itu mengatakan fungsi ginjalnya sekarang hanya 15 persen dari kapasitas penuhnya dan harus mengunjungi rumah sakit setiap bulan untuk pemeriksaan rutin. Keadaan semacam ini menunjukkan bahwa pemogokan dokter pelatihan juga memberikan dampak yang serius terhadap pasien dengan kondisi kesehatan kronis yang membutuhkan perawatan rutin.
Sementara itu, aksi unjuk rasa dokter terus terjadi di Korsel. Salah satu dari dua serikat pekerja terbesar di Korea, unit regional Konfederasi Serikat Pekerja Korea, mengadakan aksi unjuk rasa di seluruh negeri secara bersamaan untuk menyerukan normalisasi layanan medis. Pesan yang disuarakan adalah bahwa pemerintah dan komunitas dokter tidak boleh mengabaikan kekosongan layanan medis yang membahayakan nyawa pasien dan merampas hak pekerja untuk bertahan hidup.
Tidak hanya itu, banyak rumah sakit umum di seluruh Korea Selatan telah mengurangi layanan rawat jalan atau kapasitas operasi dengan menutup sementara atau mengintegrasikan bangsal rumah sakit yang berbeda setelah pemogokan para dokter pelatihan. Kondisi ini mengganggu operasi rumah sakit dan menimbulkan defisit keuangan yang merupakan tanda bahaya serius dalam sistem kesehatan.
Upaya pemogokan dokter pelatihan dan para profesor kedokteran di Korsel telah semakin memperburuk gangguan dalam layanan kesehatan di seluruh negeri. Hal ini menciptakan ketakutan dan keprihatinan bagi pasien dan keluarga pasien yang membutuhkan perawatan medis yang berkualitas.
Reformasi dalam pendidikan kedokteran yang diusulkan oleh pemerintah seharusnya tidak mengorbankan akses pasien terhadap layanan kesehatan yang memadai. Dengan demikian, perlu adanya dialog dan mediasi antara pemerintah, dokter, dan pihak terkait lainnya untuk mencapai solusi yang menguntungkan semua pihak, terutama pasien yang menjadi fokus utama dalam pelayanan kesehatan.