BPOM Menaikkan Batas Maksimum Suplemen Selenium untuk Ibu Hamil
Tanggal: 28 Okt 2024 20:06 wib.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan keputusan untuk meningkatkan batas maksimum/hari suplemen selenium dalam bentuk kombinasi untuk ibu hamil dan ibu menyusui, dari semula maksimum 60mcg/hari menjadi 65 mcg/hari.
Perubahan ini berlaku sejak 29 Agustus 2024, dan telah diatur dalam Peraturan BPOM (PerBPOM) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2022 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen Kesehatan.
Selenium memiliki peran penting sebagai antioksidan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, serta menjaga metabolisme dan fungsi kelenjar tiroid. Berdasarkan beberapa literatur, ibu hamil membutuhkan tambahan 5 mcg selenium dari angka kebutuhan gizi (AKG) pada kelompok usianya. Selain itu, suplementasi selenium juga berpotensi mengurangi risiko preeklamsia pada ibu hamil.
Perubahan batas maksimum suplemen selenium ini menjadi respons atas masukan yang diterima dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (Ditjen Kesmas) dan Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (Dit. Gizi dan KIA) Kementerian Kesehatan.
Penyakit anemia pada ibu hamil merupakan permasalahan kesehatan yang cukup serius di Indonesia. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di antara negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Menurut data Bank Dunia, prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia mencapai 44,2% pada tahun 2019. Sementara itu, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia, angkanya bahkan mencapai 49% pada tahun 2018 dan berada pada tren peningkatan.
Untuk mengatasi permasalahan anemia pada ibu hamil, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaksanakan program suplementasi tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil.
Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan multiple micronutrient supplement (MMS) sebagai pengganti TTD karena MMS terbukti dapat lebih efektif dalam mengurangi risiko berat badan lahir rendah (BBLR). MMS mengandung lebih banyak zat gizi mikro, termasuk selenium, daripada TTD yang hanya mengandung zat besi dan asam folat.
Meskipun WHO merekomendasikan penggunaan MMS, di Indonesia belum ada regulasi nasional yang mengatur MMS. Oleh karena itu, Kemenkes telah mengajukan permintaan dukungan regulasi untuk perizinan MMS kepada BPOM. BPOM kemudian melakukan pembahasan termasuk konsultasi publik dengan melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk Kemenkes, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan tim ahli terkait.
Pembahasan dan konsultasi publik tersebut menghasilkan Rancangan PerBPOM tentang Perubahan atas PerBPOM Nomor 32 Tahun 2022 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen Kesehatan. Rancangan ini kemudian diajukan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk permohonan harmonisasi.
Perubahan batas maksimum suplemen selenium merupakan langkah proaktif dari BPOM dalam menyikapi kebutuhan gizi ibu hamil dan ibu menyusui. Dengan adanya peningkatan batas maksimum suplemen selenium, diharapkan dapat membantu dalam upaya mencegah anemia serta menjamin kecukupan gizi pada ibu hamil.
Meskipun demikian, perlu dilakukan monitoring yang ketat terhadap penggunaan suplemen ini untuk memastikan tidak terjadi kelebihan asupan selenium yang dapat memberikan dampak buruk bagi ibu hamil danjanin.