Sumber foto: Google

BPJS Terapkan Rujukan Digital di 2025, Akankah Pasien Makin Sulit Dapat Layanan Rawat Jalan?

Tanggal: 10 Mei 2025 17:34 wib.
Tampang.com | Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan menerapkan kebijakan baru mulai Januari 2025: seluruh layanan rawat jalan tingkat lanjut di rumah sakit harus menggunakan sistem rujukan digital dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Kebijakan ini disebut-sebut untuk mempercepat proses dan meningkatkan transparansi. Tapi, benarkah ini justru menyulitkan pasien?

Rujukan Digital: Tujuan Efisiensi atau Tambahan Hambatan?

Rujukan digital berarti pasien tidak bisa langsung ke rumah sakit meski punya riwayat penyakit kronis, kecuali mendapat “lampu hijau” sistem digital dari puskesmas atau klinik. BPJS menyebut sistem ini berbasis algoritma kesehatan dan rekam medis elektronik, namun dalam praktiknya, proses verifikasi dan validasi kerap lambat.

“Kalau sistem down atau jaringan bermasalah, pasien bisa terlantar berjam-jam hanya untuk validasi rujukan,” kata dr. Nina Asmara, dokter umum di FKTP kawasan Depok.

Keluhan Pasien Semakin Banyak

Sejumlah pasien mengaku makin bingung dengan aturan baru. Apalagi bagi lansia atau pasien kronis yang terbiasa kontrol rutin langsung ke rumah sakit.

“Dulu tinggal tunjukkan kartu BPJS, sekarang harus balik lagi ke puskesmas untuk dapat rujukan digital. Ribet sekali,” ujar Pak Slamet, pasien hipertensi di Jakarta Selatan.

Masalah makin rumit di wilayah pedesaan, di mana infrastruktur digital masih tertinggal. Belum semua FKTP memiliki sistem informasi yang terintegrasi dengan aplikasi BPJS Health.

Masalah Teknis: Server Sibuk dan Akses Terbatas

Banyak dokter dan tenaga medis mengeluhkan sistem yang belum stabil. Error sistem, lambatnya koneksi, dan antrean rujukan digital menyebabkan pelayanan menjadi tidak efisien.

“Kita diminta hemat waktu, tapi justru terhambat karena sistem sering eror,” ungkap dr. Nina.

Tujuan Baik, Eksekusi Kurang Matang

Pemerintah mengklaim kebijakan ini bertujuan menekan rujukan yang tidak perlu, memperbaiki manajemen kasus, dan memastikan pasien hanya dirujuk bila memenuhi syarat medis yang jelas.

Namun para pengamat menilai bahwa tanpa kesiapan sistem, hal ini justru mengorbankan hak pasien atas pelayanan cepat dan tepat.

“Secara konsep bagus, tapi implementasinya harus siap. Jangan sampai pasien jadi korban uji coba teknologi,” ujar Endah Prasetyo, analis kebijakan kesehatan dari LIPI.

Solusi: Infrastruktur Digital dan Pendampingan Pasien

Pakar kesehatan menilai kebijakan ini bisa berhasil jika disertai investasi besar dalam infrastruktur digital kesehatan di tingkat pertama, serta edukasi pasien dan pelatihan SDM medis.

“Kita butuh sistem yang cepat, bisa offline bila perlu, dan yang penting: harus ramah terhadap pasien yang tidak paham teknologi,” tutup Endah.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved