Biaya Fantastis & Serangan Diam-diam: Mengapa Penyakit Jantung Jadi Pembunuh Utama di Indonesia?
Tanggal: 4 Jun 2025 10:21 wib.
Penyakit jantung dan gangguan kardiovaskular sudah lama menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Tidak hanya sebagai penyebab kematian nomor satu, penyakit ini juga menempati posisi tertinggi dalam beban pembiayaan kesehatan nasional. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari betapa besar ancaman yang ditimbulkan oleh penyakit jantung, terutama di kalangan usia muda.
Beban Biaya Penyakit Jantung yang Mengejutkan
Dalam sebuah taklimat media bertajuk “The Digital Transformation of Cardiovascular Care: Advancements, Challenges and the Path Forward” yang diselenggarakan di Jakarta Selatan pada 28 Mei 2025, dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP (K) memaparkan data mengejutkan. Berdasarkan laporan dari BPJS Kesehatan, pada tahun 2024, total pembiayaan penyakit jantung mencapai Rp 19,25 triliun, dengan jumlah kasus mencapai 22,55 juta.
Angka ini menjadikan penyakit jantung sebagai penyakit dengan pembiayaan tertinggi di Indonesia, mengalahkan penyakit berat lainnya seperti kanker, stroke, gagal ginjal, hingga hemofilia. Ini menunjukkan bahwa beban ekonomi yang ditimbulkan tidak hanya dirasakan oleh individu penderita, tetapi juga oleh sistem kesehatan nasional secara keseluruhan.
“Penyakit jantung termasuk dalam kategori penyakit katastropik karena memerlukan penanganan intensif, biaya mahal, dan durasi perawatan yang panjang,” jelas dr. Ario.
Bukan Hanya Orang Tua, Anak Muda Juga Terancam
Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa penyakit jantung adalah penyakit lansia. Namun, dr. Ario menegaskan bahwa tren saat ini justru menunjukkan peningkatan signifikan pada kelompok usia di bawah 40 tahun, termasuk pada wanita muda.
Faktor-faktor gaya hidup yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas fisik, merokok, konsumsi alkohol, hingga pola makan yang tidak seimbang menjadi pemicu utama meningkatnya kasus jantung di kalangan anak muda. Yang lebih mengkhawatirkan, rokok elektrik yang dianggap "aman" oleh sebagian orang ternyata juga meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi—dua kondisi yang mempercepat terjadinya gangguan jantung.
“Sekarang ini kita lihat banyak anak muda, bahkan perempuan, sudah terbiasa merokok—baik konvensional maupun elektrik. Padahal, ini merusak dinding pembuluh darah dan mengganggu aliran darah, yang berujung pada meningkatnya risiko serangan jantung,” papar dr. Ario.
Faktor Risiko yang Bisa Dihindari
Ada dua kategori utama dalam risiko penyakit jantung: risiko yang dapat dimodifikasi dan risiko yang tidak bisa dimodifikasi. Kabar baiknya, banyak faktor risiko jantung bisa dikendalikan melalui perubahan gaya hidup. Beberapa di antaranya:
Kebiasaan merokok (konvensional maupun elektrik)
Kurangnya aktivitas fisik atau olahraga
Konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan gula
Kebiasaan minum alkohol
Tingkat stres tinggi yang tidak ditangani dengan baik
Dengan menghindari faktor-faktor di atas, peluang seseorang terkena penyakit jantung dapat dikurangi secara signifikan.
Pemeriksaan Rutin: Langkah Kecil yang Berdampak Besar
Dr. Ario juga menekankan pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala sebagai bagian dari pencegahan. Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka memiliki risiko jantung karena penyakit ini sering berkembang tanpa gejala jelas di awal. Pemeriksaan sederhana seperti:
Tekanan darah
Kadar kolesterol (terutama kolesterol jahat atau LDL)
Kadar gula darah
… dapat menjadi langkah awal yang efektif untuk mendeteksi potensi penyakit jantung sejak dini. Melakukan deteksi dini memberi kesempatan lebih besar untuk penanganan yang cepat dan tepat, serta mencegah komplikasi yang lebih serius.
Digitalisasi Layanan Jantung: Harapan Baru dalam Perawatan
Taklimat media tersebut juga menyinggung mengenai transformasi digital dalam layanan kardiovaskular, mulai dari pemantauan kesehatan berbasis teknologi, penggunaan alat diagnosa canggih, hingga sistem perawatan jarak jauh. Transformasi ini memberikan harapan bahwa layanan jantung di masa depan bisa menjadi lebih cepat, akurat, dan terjangkau.
Meski begitu, penerapan teknologi ini masih menghadapi tantangan, mulai dari keterbatasan infrastruktur di daerah hingga rendahnya literasi digital di kalangan masyarakat. Namun demikian, arah perbaikan sistem ini patut diapresiasi sebagai langkah awal menuju sistem kesehatan yang lebih responsif dan efisien.
Kesadaran adalah Kunci
Kasus penyakit jantung yang terus meningkat seharusnya menjadi alarm bagi seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari individu, keluarga, komunitas, hingga pemerintah harus bahu-membahu membangun kesadaran kolektif mengenai pentingnya kesehatan jantung. Menjaga pola hidup sehat bukan hanya investasi untuk masa depan pribadi, tapi juga langkah nyata dalam mengurangi beban ekonomi nasional akibat biaya pengobatan penyakit katastropik.