Sumber foto: iStock

Bencana Diam-Diam: Lonjakan Kematian Ibu Mengintai Dunia Akibat Krisis Pendanaan Kesehatan

Tanggal: 29 Apr 2025 14:15 wib.
Prediksi suram datang dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang baru saja mengeluarkan laporan mengkhawatirkan: dunia berpotensi menghadapi lonjakan besar dalam angka kematian ibu hamil dan melahirkan. Ancaman ini muncul sebagai akibat dari pemangkasan tajam dana bantuan kesehatan global, terutama yang sebelumnya disuplai oleh Amerika Serikat.

Dalam laporan yang dirilis bersama beberapa lembaga, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), disebutkan bahwa dunia sebenarnya telah mencatat pencapaian penting — penurunan angka kematian ibu hingga 40% dalam periode 2000 hingga 2023. Penurunan ini didorong oleh semakin luasnya akses terhadap layanan kesehatan vital. Sayangnya, WHO mengingatkan bahwa keberhasilan ini kini terancam terhapus jika tren pemangkasan dana terus berlanjut.

Kondisi ini semakin memperihatinkan setelah Amerika Serikat secara resmi membekukan sebagian besar bantuan luar negeri, termasuk menghentikan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) untuk berbagai program kesehatan global. Negara donor besar lainnya, seperti Inggris, juga mengikuti jejak tersebut dengan memangkas anggaran bantuan luar negeri.

Dr. Bruce Aylward, Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Cakupan Kesehatan Universal, menyampaikan peringatan keras. "Pesan utama dari laporan ini jelas: pemangkasan dana bukan hanya menghentikan laju kemajuan, tetapi juga dapat memperparah situasi yang sudah rapuh," tegasnya.

Aylward menyamakan dampak pemangkasan ini dengan "efek pandemi" terhadap sistem kesehatan dunia. Ia menjelaskan bahwa pemotongan dana ini menyebabkan kerusakan struktural jangka panjang yang berdampak langsung terhadap layanan kesehatan ibu, bayi, dan anak-anak di banyak negara berkembang.

Bukti kerusakan tersebut sudah mulai terlihat. Banyak negara melaporkan pengurangan drastis jumlah tenaga medis, penutupan fasilitas kesehatan penting, hingga terganggunya rantai pasokan obat-obatan vital seperti yang digunakan untuk menghentikan pendarahan postpartum atau mengobati preeklamsia. Tak hanya itu, pemotongan dana untuk program-program lain seperti malaria dan HIV/AIDS juga memperburuk risiko keselamatan ibu hamil dan bayi yang baru lahir.

Yang lebih mengkhawatirkan, laporan PBB mengungkapkan bahwa bahkan sebelum krisis pemangkasan bantuan ini, laju penurunan angka kematian ibu sudah melambat sejak 2016. Pada tahun 2023 saja, tercatat satu perempuan meninggal setiap dua menit akibat komplikasi kehamilan atau persalinan. Ini berarti, dalam satu tahun, sekitar 260.000 perempuan kehilangan nyawa karena masalah yang sebetulnya bisa dicegah dan diobati dengan intervensi medis yang tepat.

Dampak terparah dirasakan di negara-negara yang dilanda konflik, krisis kemanusiaan, atau bencana alam. Namun, ironi besar terjadi di Amerika Serikat sendiri — negara yang sebelumnya menjadi penyumbang besar dana kesehatan global — karena angka kematian ibu di negara itu justru meningkat tajam sejak tahun 2000. AS kini masuk ke dalam daftar bersama Venezuela, Republik Dominika, dan Jamaika, negara-negara yang mengalami lonjakan angka kematian ibu secara signifikan.

Pandemi COVID-19 semakin memperburuk situasi. Pada tahun 2021 saja, tercatat sekitar 40.000 kematian tambahan akibat kehamilan atau persalinan, meningkatkan total kematian ibu secara global menjadi sekitar 322.000 kasus. Gangguan terhadap layanan kesehatan, ketidakpastian ekonomi, serta keterbatasan akses ke fasilitas medis selama pandemi menjadi faktor penyumbang utama peningkatan tersebut.

Meskipun demikian, laporan PBB dan WHO tetap menunjukkan adanya secercah harapan. Peningkatan akses ke layanan kesehatan berkualitas terbukti efektif dalam menyelamatkan ratusan ribu nyawa. Solusi medis dan pendekatan berbasis komunitas sudah tersedia untuk mengatasi sebagian besar penyebab kematian ibu. Namun, semua solusi ini bergantung pada stabilitas pendanaan dan komitmen politik yang kuat dari negara-negara donor dan komunitas internasional.

Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, menggarisbawahi pentingnya perhatian dunia terhadap situasi ini. "Data laporan ini memberikan harapan, tetapi juga memperlihatkan realita pahit: di banyak tempat di dunia, kehamilan tetap menjadi kondisi yang sangat berbahaya, padahal solusi untuk menyelamatkan nyawa sudah ada di tangan kita," katanya.

Melalui laporan ini, PBB berharap negara-negara dunia segera mengambil langkah konkret, mengembalikan komitmen terhadap bantuan kesehatan global, serta memperkuat sistem layanan kesehatan dasar. Jika tidak, dunia berisiko kehilangan semua pencapaian besar yang telah diraih dalam dua dekade terakhir dalam upaya menurunkan angka kematian ibu.

Penting untuk diingat, kematian seorang ibu bukan hanya tragedi pribadi bagi keluarga yang ditinggalkan, tetapi juga bencana bagi komunitas luas. Setiap kematian ibu membawa dampak jangka panjang terhadap generasi berikutnya, memperdalam siklus kemiskinan, memperburuk ketidaksetaraan, dan melemahkan ketahanan sosial-ekonomi suatu negara.

Melindungi ibu hamil dan perempuan melahirkan adalah tugas kemanusiaan global yang tidak boleh diabaikan — dan saat ini, dunia berada di persimpangan jalan yang menentukan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved