Benarkah Sering Silent Treatment Tanda Gangguan Mental? Ini Kata Psikolog
Tanggal: 25 Sep 2024 19:42 wib.
Silent Treatment, atau perlakuan diam tanpa menyatakan secara langsung apa yang sedang dirasakan, seringkali menjadi alat komunikasi pasif-agresif dalam hubungan interpersonal. Hal ini sering memicu kekhawatiran dan pertanyaan tentang kondisi kesehatan mental seseorang yang menggunakan atau menerima perlakuan ini. Namun, menurut para psikolog klinis, ada perbedaan antara menggunakan Silent Treatment sebagai strategi komunikasi dengan gangguan mental.
Menurut Psikolog Klinis, Silent Treatment Bukan Tanda Gangguan Mental
Psikolog klinis mengonfirmasi bahwa menggunakan silent treatment secara sporadis dalam relasi tidak langsung menunjukkan gangguan mental dalam seseorang. Hal ini lebih condong kepada gaya komunikasi pasif-agresif atau ketidakmampuan dalam mengekspresikan emosi secara verbal. Psikolog klinis, Dian Permata, M.Psi., menjelaskan bahwa silent treatment banyak digunakan sebagai bentuk kontrol atau strategi pertahanan ketika seseorang merasa terhina, tak dihargai, atau kesal dengan pasangan atau rekan kerja. Terkadang, seseorang yang menggunakan silent treatment mungkin belum memiliki keterampilan komunikasi yang efektif untuk menyelesaikan konflik secara verbal.
Dian menambahkan bahwa dalam banyak kasus, silent treatment juga bisa dijadikan sebagai upaya untuk menarik perhatian dalam relasi, meski dengan cara yang kurang sehat. Di sisi lain, orang yang menerima perlakuan tersebut bisa merasa terancam, tidak dihargai, atau merasa tidak aman dalam hubungan. Namun, dalam beberapa kasus, seseorang yang menggunakan silent treatment mungkin mengalami gangguan mental seperti gangguan kepribadian atau depresi, tetapi silent treatment sendiri tidak bisa dijadikan sebagai tanda pasti adanya gangguan mental.
Komunikasi Pasif-agresif
Silent treatment sering dikategorikan sebagai bentuk komunikasi pasif-agresif. Psikolog klinis, Bambang Wijaya, M.Psi., menyebutkan bahwa komunikasi pasif-agresif melibatkan ekspresi emosi dan keinginan yang tidak jelas atau tidak langsung. Penggunaan silent treatment sering dianggap sebagai cara untuk menyampaikan kemarahan atau ketidaksenangan tanpa harus mengungkapkan secara langsung. Bambang menjelaskan bahwa komunikasi pasif-agresif ini bisa menjadi pola yang merusak dalam hubungan, memperumit proses komunikasi, dan memperburuk konflik yang terjadi.
Dalam konteks ini, Bambang menegaskan bahwa penting bagi individu yang menggunakan silent treatment untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang lebih sehat dan efektif. Begitu pula bagi mereka yang menerima perlakuan ini, penting untuk mengajak pasangan atau rekan untuk berbicara secara terbuka tentang pola komunikasi yang tidak sehat dan mencari solusi bersama.
Dari perspektif psikolog klinis, penggunaan silent treatment bukanlah tanda pasti adanya gangguan mental, namun lebih condong kepada gaya komunikasi pasif-agresif. Hal ini dapat memengaruhi kesehatan hubungan antarpribadi. Oleh karena itu, penting untuk memahami motivasi di balik penggunaan silent treatment dan berusaha untuk mengembangkan keterampilan komunikasi yang lebih jelas dan sehat.