Bayi Laki-Laki Lebih Berisiko Idap Autisme, Mitos atau Fakta?
Tanggal: 26 Okt 2024 15:18 wib.
Autisme Spektrum Gangguan (ASD) adalah kondisi neurobiologis seumur hidup yang memengaruhi cara individu berinteraksi dengan dunia di sekitarnya. Tanda-tanda utama dari autisme adalah kesulitan dalam berkomunikasi sosial dan adanya pola perilaku yang terbatas dan repetitif.
Akankah anak laki-laki benar-benar memiliki peluang tiga kali lebih besar untuk didiagnosis autisme daripada anak perempuan? Hal ini tidak hanya sekadar mitos, tetapi ternyata telah didukung oleh sejumlah penelitian. News Week melaporkan bahwa anak laki-laki memiliki peluang tiga kali lebih besar didiagnosis autisme daripada anak perempuan.
Penelitian terbaru dari Geisinger College of Health Sciences di Pennsylvania menunjukkan bahwa faktor risiko autisme kemungkinan terkait dengan kromosom Y. Kromosom Y adalah kromosom seks yang biasanya ditemukan pada individu laki-laki.
Selain itu, menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), autisme memengaruhi sekitar satu dari 100 anak di seluruh dunia. Meskipun adanya berbagai faktor yang memengaruhi autisme, baik dari lingkungan maupun genetik, penelitian membuktikan adanya korelasi antara jenis kelamin bayi dan risiko autisme.
Dr. Matthew Oetjens, seorang asisten profesor di Geisinger's Autism & Developmental Medicine Institute, menyatakan bahwa teori terkemuka di bidang ini mendukung bahwa faktor perlindungan pada kromosom X menurunkan risiko autisme pada perempuan. Namun, kemudian Oetjens dan timnya ingin menyelidiki apakah kromosom Y juga dapat berperan dalam risiko autisme.
Untuk menguji teori ini, tim peneliti menganalisis sekelompok individu dengan jumlah kromosom X dan Y yang tidak normal, yang dikenal sebagai aneuploidi kromosom seks. Aneuploidi seks terjadi ketika seseorang memiliki jumlah kromosom seks yang tidak sesuai dengan baku, seperti memiliki lebih dari dua kromosom seks.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications ini menemukan bahwa individu dengan kromosom Y tambahan dua kali lebih mungkin untuk menerima diagnosis autisme. Hasil ini memberikan indikasi kuat bahwa faktor risiko autisme mungkin lebih terkait dengan kromosom Y daripada perlindungan yang berasal dari kromosom X.
Meskipun hasil ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai faktor risiko autisme pada kromosom Y, penelitian lanjutan tetap diperlukan untuk mengidentifikasi faktor risiko spesifik yang terkait dengan kromosom ini.
Menariknya, hasil penelitian ini memberikan landasan penting bagi para peneliti dalam memahami asal usul autisme dan pembuatan strategi pencegahan yang lebih efektif. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai faktor-faktor risiko, implementasi langkah-langkah pencegahan autisme dapat lebih terfokus dan tepat sasaran.
Penting untuk menyadari bahwa autisme bukanlah suatu kondisi yang disebabkan oleh satu faktor tunggal, melainkan merupakan hasil dari interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian yang menyeluruh mengenai faktor risiko autisme dapat menjadi landasan yang kuat dalam upaya untuk meningkatkan diagnosis dini dan memberikan perawatan yang lebih efektif bagi individu yang terkena autisme.
Dengan demikian, menjaga kesadaran akan faktor-faktor risiko yang terkait dengan autisme, termasuk korelasi antara jenis kelamin dan kromosom seks, menjadi sangat penting. Langkah-langkah preventif yang bertujuan untuk mengurangi risiko autisme pada bayi, terutama pada bayi laki-laki yang terbukti memiliki risiko yang lebih tinggi, dapat menjadi bagian dari upaya pencegahan yang lebihholistik.