Sumber foto: Google

Bahaya Self-Diagnosis di Era Digital, Mengapa Konsultasi Medis Tetap Penting?

Tanggal: 8 Mei 2025 12:06 wib.
Tampang.com | Di era digital seperti sekarang, masyarakat semakin mudah mengakses informasi kesehatan lewat internet. Tapi kemudahan ini juga melahirkan fenomena yang berbahaya: self-diagnosis. Banyak orang langsung menyimpulkan penyakit hanya dari gejala yang mereka baca di mesin pencari, tanpa berkonsultasi dengan dokter.

Fenomena Self-Diagnosis yang Mengkhawatirkan
Menurut data Kementerian Kesehatan, sekitar 38% pengguna internet di Indonesia pernah melakukan self-diagnosis, baik untuk keluhan fisik maupun mental. Sayangnya, sebagian besar informasi yang mereka temukan tidak akurat atau tidak sesuai dengan kondisi medis mereka yang sebenarnya.

“Self-diagnosis bisa sangat menyesatkan. Sakit kepala bisa berarti sekadar kelelahan, tapi juga bisa gejala stroke ringan. Tanpa pemeriksaan langsung, diagnosis bisa keliru,” ujar dr. Dinda Sari, dokter umum di Jakarta.

Internet Bukan Pengganti Dokter
Platform seperti Google dan forum kesehatan memang membantu meningkatkan literasi, tapi tetap tidak bisa menggantikan konsultasi langsung. Diagnosis medis memerlukan pemeriksaan fisik, tes laboratorium, dan analisis menyeluruh yang tidak bisa dilakukan sendiri.

“Gejala yang sama bisa disebabkan oleh penyakit yang sangat berbeda. Misalnya nyeri dada bisa berarti gangguan otot, tapi juga bisa serangan jantung. Konsultasi dokter adalah satu-satunya cara untuk tahu secara pasti,” lanjut dr. Dinda.

Dampak Psikologis dan Sosial
Selain kesalahan medis, self-diagnosis juga bisa memicu gangguan psikologis, seperti kecemasan berlebih atau hipokondria. Orang menjadi sangat khawatir karena merasa dirinya mengidap penyakit berat padahal belum tentu benar.

“Banyak pasien datang dengan kecemasan tinggi karena merasa terpapar penyakit parah setelah membaca artikel di internet. Ini bisa berdampak serius pada kesehatan mental mereka,” ungkap Fitrah Laksmi, psikolog klinis.

Khususnya pada Kesehatan Mental
Self-diagnosis di bidang kesehatan mental menjadi lebih rumit. Banyak orang merasa dirinya mengalami depresi, ADHD, atau bipolar hanya karena menonton video di media sosial. Padahal, diagnosis gangguan mental sangat kompleks dan memerlukan sesi evaluasi oleh profesional yang kompeten.

“Diagnosis psikologis bukan sekadar cocok-cocokan gejala. Ada proses observasi dan wawancara klinis yang harus dilalui,” jelas Fitrah.

Solusi: Edukasi dan Akses Konsultasi yang Lebih Mudah
Solusi utama adalah edukasi publik bahwa informasi di internet harus difilter dengan bijak. Selain itu, layanan konsultasi medis—baik offline maupun online—perlu diperluas agar masyarakat tidak bergantung sepenuhnya pada pencarian mandiri.

“Telemedicine bisa menjadi jembatan yang bagus. Setidaknya masyarakat bisa berkonsultasi awal dengan dokter secara daring sebelum menarik kesimpulan sendiri,” kata dr. Dinda.

Kesimpulan
Informasi kesehatan di internet seharusnya menjadi pelengkap, bukan pengganti. Kesadaran untuk tetap berkonsultasi dengan dokter adalah langkah bijak demi diagnosis yang akurat dan penanganan yang aman. Di tengah derasnya arus informasi, kehati-hatian adalah bentuk perlindungan terbaik bagi diri sendiri.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved