Sumber foto: Google

Bahaya Mengintai dari Galon Guna Ulang "Lansia": Ancaman BPA dan Risiko Kesehatan

Tanggal: 26 Mei 2025 23:45 wib.
Tampang.com | Banyak dari kita mungkin tak menyadari, galon guna ulang yang sehari-hari mengisi kebutuhan air minum bisa menjadi sumber ancaman serius bagi kesehatan. Kondisi galon yang kusam, penuh baret, dan penyok, yang kerap dijumpai, ternyata menyimpan potensi bahaya tersembunyi. David Tobing dari Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mengungkapkan keprihatinannya terhadap fenomena "galon lanjut usia" (ganula) yang beredar luas di masyarakat.


Ganula: Lebih dari Sekadar Penampilan Buruk

Investigasi KKI menemukan fakta mengejutkan: lebih dari 40 persen galon guna ulang di pasaran sudah berusia lebih dari dua tahun. Padahal, masa pakai ideal galon jenis ini seharusnya hanya sekitar 40 kali isi ulang atau sekitar satu tahun penggunaan. "Kalau seminggu dipakai sekali, galon itu seharusnya tidak boleh digunakan lagi dalam satu tahun," tegas David dalam siaran tertulis yang diterima Kompas.com pada Rabu (21/5/2025).

Masalah utama dari penggunaan ganula adalah potensi pelepasan zat kimia berbahaya Bisphenol-A (BPA). Zat ini merupakan komponen kunci dalam pembuatan galon polikarbonat dan dikenal sebagai endocrine disruptor, yang berarti dapat mengganggu sistem hormon tubuh manusia. "Zat tersebut bisa berdampak pada kesuburan, perkembangan anak, dan risiko penyakit lain, termasuk kanker, jika terpapar terus-menerus," tutur David.


Kurangnya Informasi dan Kesadaran Konsumen

Survei KKI di berbagai kota besar seperti Jakarta, Medan, Bali, Banjarmasin, dan Manado, menunjukkan bahwa 83,7 persen responden tidak pernah memperhatikan informasi produksi pada galon karena lokasinya yang tersembunyi di bagian bawah. "Bagaimana konsumen bisa melihat kedaluarsa galon kalau itu ada di bagian bawah galon? Kan enggak mungkin kita angkat-angkat galon gede begini," keluh David. Ironisnya, 43,4 persen responden juga tidak tahu bahwa galon guna ulang bisa mengandung BPA.

Setelah diberi penjelasan tentang bahaya BPA, 96 persen responden setuju agar pelabelan peringatan BPA dipercepat dan tidak menunggu hingga tahun 2028 seperti rencana saat ini. "Undang-Undang Hukum Pidana aja jedanya 2 tahun, kok ini 4 tahun?" ungkap David, menyoroti lambatnya respons pemerintah.


Mendesak Regulasi dan Edukasi

Melihat tingginya potensi paparan BPA, KKI mendesak pemerintah dan produsen air minum untuk segera mempercepat kewajiban pelabelan risiko BPA serta mencantumkan masa pakai galon secara jelas. David juga menekankan pentingnya hak konsumen atas informasi yang transparan dan perlindungan maksimal. "Konsumen itu bukan kelinci percobaan. Mereka berhak tahu isi galon yang mereka minum setiap hari," ujarnya.

Dari sisi konsumen, ia menyarankan masyarakat untuk lebih kritis, misalnya dengan memeriksa kondisi galon secara visual dan meminta tukar jika galon sudah terlihat seperti ganula. David mengakui bahwa kesadaran konsumen terkait hal ini masih rendah, yang turut memperlemah perlindungan konsumen terkait BPA dan ganula. "Selain aturan yang harus diperbaiki, edukasi publik juga harus ditingkatkan agar semua lapisan masyarakat paham bahaya BPA dan ganula bagi kesehatan," tambah David.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved