Sumber foto: Google

Apakah Kucing dan Anjing Rabies Harus Dibunuh?

Tanggal: 24 Sep 2024 17:56 wib.
Artikel ini berisi deskripsi cedera yang disebabkan oleh serangan anjing.

Rabies merupakan salah satu ancaman di seluruh dunia. Penyakit ini membunuh hampir 60.000 orang setiap tahun. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengaitkan 99% kasus rabies karena gigitan maupun cakaran anjing. Meskipun ada vaksin untuk rabies yang dapat diberikan setelah gigitan, vaksin tidak selalu efektif jika luka berada di wajah atau bagian tubuh lain yang dekat dengan saraf.

Nirmal yang berusia empat tahun sedang bermain di luar rumah ketika diserang oleh seekor anjing liar di kota Arakkonam, India, pada Juli lalu. Ayahnya baru saja pergi beberapa menit ketika hewan itu menggigit mulut anak laki-laki itu.

"Saya baru saja masuk ke dalam rumah untuk mengambil air," kata ayahnya, Balaji, kepada media lokal.

"Ketika saya kembali, saya melihat mulutnya terluka. Dia mengalami pendarahan hebat."

Keluarga Nirmal segera membawanya ke rumah sakit. Anak itu menjalani perawatan intensif selama 15 hari. Akhirnya, kondisi Nirmala stabil, dan ia diperbolehkan pulang. Namun, tak lama setelah tiba di rumah, ia mulai menunjukkan gejala rabies. Keluarganya lalu membawa Nirmal kembali ke rumah sakit, di mana mereka mengetahui bahwa virus tersebut telah menginfeksi sistem sarafnya. Nirmal meninggal dua hari kemudian.

Terkadang, anak-anak merasa takut untuk memberi tahu keluarga bahwa mereka telah digigit anjing. Dampaknya, mereka tidak mendapatkan vaksin rabies tepat waktu.

Di Mumbai, 1,3 juta orang digigit anjing antara periode 1994 dan 2015, dan 434 orang meninggal karena rabies. Namun, serangan itu bukanlah satu-satunya risiko yang ditimbulkan oleh anjing liar.

Menurut lembaga amal global, koalisi International Companion Animal Management (ICAM), bahaya lain dari populasi anjing liar yang tidak terkelola adalah kecelakaan lalu lintas, risiko terhadap ternak, hingga membuat orang enggan berjalan kaki di jalanan.

Selain di India, anjing liar juga menjadi masalah yang semakin mendesak di Turki. Asosiasi dokter hewan negara itu memperkirakan ada sekitar 6,5 juta anjing liar di sana. Serangan anjing liar telah menewaskan lebih dari 100 orang di Turki dalam dua tahun terakhir, baik secara langsung maupun akibat kecelakaan lalu lintas, menurut Asosiasi Jalan Aman di negara itu.

Pada akhir Juli lalu, pemerintah Turki mengesahkan undang-undang yang memaksa pemerintah kota untuk membawa semua anjing liar ke tempat penampungan selama empat tahun ke depan dengan ancaman hukuman penjara bagi wali kota yang gagal mematuhinya. Mereka menyerang anak-anak, orang dewasa, orang tua, dan hewan lainnya, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sehari setelah rancangan undang-undang itu dikirim ke parlemen. 

Sejak 2004, pemerintah kota secara hukum harus mengumpulkan, memvaksinasi, dan menyeterilkan anjing liar, lalu mengembalikannya ke jalan yang sama tempat mereka dijemput. Ini dikenal sebagai metode CNVR (Collect, Neuter, Vaccinate, Return) yaitu kumpulkan, netralkan, vaksinasi, kembalikan.

Banyak pakar yang menganggap hal ini sebagai solusi terbaik tetapi Presiden Erdogan mengatakan hal ini tidak berhasil.Hal ini dikarenakan 70% anjing liar perlu disterilkan agar metode ini efektif, kata Dr. Gülay Ertürk dari Masyarakat Kedokteran Hewan Turki.

Berdasarkan undang-undang baru itu, anjing akan tetap dikebiri dan divaksinasi, tetapi setelah itu, mereka akan ditempatkan di penampungan (sampai mereka diadopsi atau mati), alih-alih dikembalikan ke jalan. Federation of Protecting Animals memperingatkan bahwa sistem baru tersebut akan menguras banyak biaya.

Selain itu, tempat penampungan terbuka yang besar juga akan membuat anjing yang lebih kuat mencegah yang lemah untuk makan. Ditambah lagi, penyakit dapat menyebar dengan cepat. Dr. Elly Hiby, direktur ICAM, mengatakan bahwa aturan itu "berpotensi menjadi cara yang lebih mahal untuk kembali gagal" dan bahwa tempat penampungan akan cepat penuh.

Ada protes di Turki dan negara-negara lain terhadap undang-undang baru tersebut. Kami menghubungi otoritas Turki untuk meminta komentar, tetapi tidak mendapat balasan hingga berita ini tayang.

Dr Hiby dari ICAM mengatakan bahwa menyeterilkan anjing sejak dini adalah kunci untuk mengurangi jumlah anjing liar. Dengan begitu, anjing liar tidak dapat bereproduksi dan jika anjing peliharaan hilang atau ditelantarkan, mereka juga tidak dapat bereproduksi dan meningkatkan populasi anjing liar.

Hiby mengatakan langkah yang tidak berhasil adalah dengan mengusir anjing dari jalanan tanpa mengatasi sumber generasi anjing liar berikutnya. Anjing liar terus bereproduksi sepanjang waktu, dan satu anjing dapat melahirkan hingga 20 anak per tahun.

Jadi, apakah ada negara yang berhasil mengontrol jumlah anjing liar? Bosnia-Herzegovina dan Thailand baru-baru ini berhasil mengurangi jumlah anjing liar dengan menggunakan CNVR kumpulkan, netralkan, vaksinasi, dan kembalikan. Dogs Trust Worldwide Foundation Bosnia mengatakan metode CNVR menghasilkan pengurangan 85% dalam jumlah anjing liar di ibu kota, Sarajevo, antara 2012 dan 2023. Di Kanton Sarajevo, baik wilayah kota dan termasuk ibu kota, terjadi pengurangan 70% jumlah anjing liar. 

Negara tersebut harus melatih lebih banyak dokter hewan untuk menjaga tingkat sterilisasi populasi anjing liar di atas 70%—tingkat yang diperlukan untuk menurunkan jumlah anjing secara keseluruhan.

Lembaga amal Dogs Trust juga menjalankan kampanye kesadaran tentang manfaat sterilisasi, yang ditujukan kepada para pemilik hewan peliharaan.

Jumlah klinik hewan meningkat lebih dari dua kali lipat, memungkinkan perawatan yang lebih baik untuk anjing liar maupun anjing peliharaan. Setelah keberhasilannya di kota Sarajevo, program tersebut diperluas ke seluruh wilayah lainnya di negara itu pada 2015. Tahun lalu, di Thailand, Soi Dog Foundation menjadi organisasi pertama dalam sejarah yang menyeterilkan dan memvaksinasi satu juta hewan liar dalam 20 tahun terakhir. Lebih dari setengah juta hewan liar yang ditangkap berada di ibu kota Bangkok saja. Proses yang panjang ini dimulai dalam skala yang jauh lebih kecil di pulau Phuket pada tahun 2003.

“Ini dimulai dengan membangun kepercayaan di komunitas lokal,” kata Dr. Alicja Izydorczyk, Direktur Internasional Kesejahteraan Hewan di Soi Dog Foundation.

Pejabat di Maroko baru-baru ini mulai memusnahkan anjing dalam jumlah besar. Meskipun pemerintah belum memberikan alasan untuk ini, beberapa orang percaya hal ini mungkin terkait dengan agenda negara ini yang akan menjadi tuan rumah Piala Afrika 2025 dan salah satu tuan rumah Piala Dunia FIFA 2030.

Ali Izddine, pendiri Humane Society of Morocco dan koordinator Animal Protection Associations of Morocco, mengatakan negara tersebut tidak memiliki program CNVR. Organisasi ini memperkirakan negara tersebut memiliki populasi anjing liar sebanyak tiga juta dan 500.000 di antaranya dimusnahkan setiap tahun.

Banyak dari kasus ini adalah penembakan atau peracunan yang terjadi di ruang publik. Pemusnahan tidak berhasil, kata Izddine, karena anjing liar yang selamat lebih sering bereproduksi, memiliki lebih banyak anak dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi.

Organisasi yang didirikan Izddine mengatakan baru-baru ini mengetahui bahwa Maroko telah memesan tiga juta dosis suntikan mematikan untuk membunuh lebih banyak anjing liar menjelang dua acara sepak bola besar. Hal ini belum dikonfirmasi atau diumumkan oleh sumber resmi mana pun. Kami meminta komentar dari pemerintah Maroko, Pemerintah Kota Casablanca, dan Pemerintah Kota Marrakesh, tetapi tidak menerima balasan apa pun hingga berita ini dipublikasi.

Dr. Hiby mengatakan tren saat ini menunjukkan peningkatan dalam pengelolaan populasi anjing liar global - yang berkaitan dengan tekanan publik - karena orang-orang menuntut metode yang lebih manusiawi untuk mengelola jumlah anjing.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved