Sumber foto: Google

Antrean Rumah Sakit Semakin Panjang, Apakah Sistem Rujukan Digital Bisa Jadi Solusi?

Tanggal: 9 Mei 2025 06:56 wib.
Tampang.com | Panjangnya antrean di rumah sakit, terutama bagi peserta BPJS Kesehatan, sudah lama menjadi persoalan klasik di layanan kesehatan Indonesia. Tidak sedikit pasien harus datang dini hari demi nomor antrean, bahkan untuk penyakit yang seharusnya bisa ditangani lebih cepat.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah sistem rujukan digital bisa menjadi solusi?

Lemahnya Sistem Manual, Pasien Jadi Korban
Rujukan berjenjang yang saat ini berlaku sering kali membingungkan pasien, lambat, dan kurang transparan. Pasien dari puskesmas harus antre untuk rujukan ke RS tipe C atau B, bahkan hanya untuk mendapat jadwal yang belum pasti.

“Banyak pasien frustrasi karena merasa seperti ‘dioper-oper’. Dokter ingin rujuk, tapi sistem padat. Akhirnya kondisi memburuk sebelum ditangani,” kata dr. Farid, dokter umum di Bekasi.

Transformasi Digital Sudah Dimulai, Tapi Terbatas
Kementerian Kesehatan sebenarnya sudah mulai mendorong sistem rujukan digital melalui platform seperti SATUSEHAT dan integrasi data rekam medis. Namun, di lapangan, implementasinya masih belum merata. Banyak faskes yang belum siap infrastruktur maupun SDM-nya.

“Di puskesmas tempat saya bertugas, koneksi internet sering putus. Sistem digital jadi tidak efektif. Ini masalah teknis tapi berdampak besar pada pelayanan,” ujar Yuliawati, tenaga administrasi puskesmas di Malang.

Potensi Besar Jika Dioptimalkan
Studi dari Litbangkes menyebutkan bahwa sistem rujukan digital bisa memangkas waktu tunggu hingga 35% jika dijalankan optimal. Ini mencakup penjadwalan terintegrasi, pemantauan antrian real-time, dan rekomendasi otomatis sesuai diagnosis.

“Kalau dirancang dengan baik dan dipakai konsisten, sistem ini bisa sangat membantu pasien dan tenaga medis,” ujar Dr. M. Ghozali, pakar manajemen rumah sakit dari Universitas Indonesia.

Tantangan: Literasi Digital dan Keadilan Akses
Namun sistem ini tidak lepas dari tantangan. Sebagian besar pasien lansia atau dari wilayah pedesaan masih kesulitan menggunakan teknologi. Belum lagi masalah ketersediaan perangkat dan sinyal di daerah terpencil.

“Digitalisasi tidak boleh memperlebar kesenjangan. Harus ada pendekatan bertahap dan edukasi publik yang serius,” tegas Dr. Ghozali.


Digitalisasi sistem rujukan bukanlah solusi instan, tapi potensi jangka panjangnya besar jika didukung infrastruktur, pelatihan SDM, dan kebijakan yang inklusif. Masyarakat butuh layanan yang cepat dan manusiawi, bukan sekadar aplikasi baru yang rumit.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved