Antibiotik Masih Sering Disalahgunakan, Indonesia Terancam Krisis Resistensi Bakteri!
Tanggal: 9 Mei 2025 06:55 wib.
Tampang.com | Antibiotik semestinya menjadi senjata ampuh dalam melawan infeksi bakteri. Namun di Indonesia, obat ini kerap disalahgunakan. Pasien kerap menggunakannya tanpa resep, dan tak sedikit tenaga kesehatan yang meresepkannya tanpa indikasi medis yang tepat.
Akibatnya, resistensi antibiotik atau antimicrobial resistance (AMR) semakin mengancam. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut AMR sebagai salah satu dari 10 ancaman kesehatan global paling serius saat ini.
Obat Ampuh yang Kini Mulai Melemah
Data dari laporan AMR Watch 2024 menyebutkan bahwa resistensi terhadap antibiotik jenis tertentu—seperti amoxicillin dan ciprofloxacin—terus meningkat di Indonesia. Bahkan, beberapa jenis bakteri penyebab infeksi saluran kemih dan paru-paru sudah menunjukkan tingkat kekebalan tinggi terhadap antibiotik lini pertama.
“Dulu, infeksi ini mudah ditangani. Sekarang kami butuh antibiotik yang lebih kuat dan mahal, atau pasien jadi lebih lama sembuh,” kata dr. Nanda Astari, dokter spesialis mikrobiologi klinik.
Penyebab Utama: Pemakaian yang Tak Terkontrol
Masih banyak masyarakat yang membeli antibiotik bebas di apotek tanpa resep dokter. Bahkan ada yang menghentikan penggunaan sebelum waktu yang direkomendasikan. Pola ini menciptakan bakteri yang kebal, dan memperparah krisis resistensi.
“Pasien sering merasa lebih baik setelah dua hari, lalu berhenti minum antibiotik. Padahal, itu memperbesar risiko bakteri menjadi resisten,” ujar Andi Firmansyah, apoteker senior di Yogyakarta.
Kebijakan Ada, Tapi Penegakan Lemah
Regulasi sebenarnya sudah melarang penjualan antibiotik tanpa resep. Namun pengawasan di lapangan masih lemah. Banyak apotek yang mengabaikan aturan karena alasan ekonomi atau desakan pasien.
“Tanpa penegakan hukum dan edukasi masyarakat yang kuat, regulasi hanya jadi formalitas,” kritik dr. Nanda.
Solusi: Edukasi, Audit, dan Kolaborasi
WHO dan Kemenkes telah menyusun program nasional pengendalian resistensi antimikroba. Tapi implementasinya belum maksimal. Diperlukan audit penggunaan antibiotik di rumah sakit, pelatihan rutin tenaga kesehatan, dan kampanye publik yang menyentuh akar masalah.
“Kita butuh pendekatan multisektor. Bukan hanya medis, tapi juga pendidikan dan peran media,” tambah Andi.
Jika tidak segera ditangani, resistensi antibiotik bisa membawa Indonesia ke era pasca-antibiotik—di mana infeksi ringan pun bisa mematikan. Mengubah pola pikir dan kebiasaan adalah kunci agar senjata terakhir ini tetap efektif.