Alasan Pasien Kanker Indonesia Memilih Berobat di Malaysia
Tanggal: 13 Okt 2024 18:20 wib.
Seorang dokter spesialis penyakit dalam dan onkologi, Ronald A Hukom dari Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam (PERHOMPEDIN), menyampaikan beberapa alasan mengapa banyak pasien kanker asal Indonesia lebih memilih berobat ke luar negeri, terutama Malaysia.
Fenomena ini disebutnya berdampak pada kehilangan pendapatan negara hingga Rp170 triliun setiap tahun. Namun, tidak hanya kurangnya tenaga medis yang menjadi penyebab utama, namun faktor lain seperti ketepatan diagnosis, ketersediaan obat, dan durasi waktu pelayanan juga turut berkontribusi terhadap keputusan pasien untuk berobat ke luar negeri.
Salah satu alasan utama adalah masalah biaya pengobatan kanker di Indonesia yang relatif mahal. Beberapa obat dan perawatan baru kanker belum tercover atau ditanggung oleh BPJS Kesehatan. "Obat-obat kemoterapi tidak murah, BPJS belum menyetujui obat-obat tertentu karena katanya terlalu mahal.
Penggunaan obat-obatan terkait juga memerlukan kontrol atau pengawasan yang lebih ketat di luar ketentuan," ungkap Ronald. Dengan begitu, biaya pengobatan kanker yang mencapai Rp5 triliun setahun melalui BPJS, masih jauh dari jumlah besar Rp170 triliun yang dibawa pasien-pasien Indonesia ke luar negeri.
Selain itu, faktor lain yang menjadi pertimbangan pasien adalah durasi waktu pelayanan. Jumlah penduduk yang padat di Indonesia mempengaruhi waktu pelayanan medis. Seorang dokter di Indonesia bisa menangani 30 hingga 40 pasien, sementara di Malaysia, satu dokter hanya menangani 10 hingga 20 pasien. Hal ini memberikan kesan layanan yang lebih personal dan intensif sehingga banyak pasien memilih untuk melakukan perjalanan ke luar negeri meskipun harus menempuh perjalanan darat yang cukup jauh.
Pemilihan Malaysia sebagai tujuan berobat juga disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti kualitas layanan medis yang lebih baik dan ketersediaan teknologi medis yang lebih mutakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa infrastruktur kesehatan di Malaysia lebih mumpuni dalam menangani kasus kanker.
Reformasi yang lebih lanjut terkait biaya pengobatan kanker, pengawasan penggunaan obat-obatan, dan peningkatan kualitas pelayanan medis di Indonesia menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Jika tidak diatasi secara tuntas, fenomena ini berpotensi memicu kehilangan lebih banyak sumber daya negara dan pilihan pasien untuk berobat ke luar negeri.