99,9% Mikroplastik Tereliminasi: Solusi dari Tulang Cumi-Cumi dan Kapas
Tanggal: 25 Des 2024 15:38 wib.
Tampang.com | Sebuah penemuan mengejutkan mengungkapkan bahwa mikroplastik telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Hal ini terungkap dari sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Environmental Science & Technology, yang menyatakan bahwa penduduk Indonesia adalah yang paling banyak menelan mikroplastik secara tidak disadari.
Mikroplastik sendiri merupakan partikel-partikel kecil yang berasal dari berbagai sumber seperti kemasan makanan, ban mobil, pakaian sintetis yang rusak, dan beberapa produk pembersih wajah. Dalam kondisi tertentu, mikroplastik dapat membahayakan satwa liar, mengganggu ekosistem, serta mengancam kesehatan manusia.
Meski ukurannya sangat kecil bahkan tidak terlihat secara kasat mata, keberadaan mikroplastik seringkali diabaikan. Namun demikian, penelitian di China menemukan solusi dalam mengatasi masalah ini, yaitu dengan menciptakan spons biodegradable yang terbuat dari tulang cumi-cumi dan kapas.
Sebuah tim peneliti dari Universitas Wuhan menggunakan kitin dari tulang cumi-cumi dan selulosa dari kapas untuk menciptakan spons tersebut. Kedua senyawa organik tersebut terbukti mampu menghilangkan polusi dari air limbah dan membuat spons biodegradable. Melalui uji coba yang dilakukan dalam empat sampel air yang berbeda, yaitu air irigasi, air kolam, air danau, dan air laut, spons ini mampu menghilangkan mikroplastik hingga 99,9%.
Penemuan ini sangat penting mengingat mikroplastik dianggap sebagai salah satu tantangan lingkungan utama pada saat ini. Para ilmuwan juga memperingatkan bahwa masalah ini dapat bertambah buruk seiring dengan peningkatan produksi plastik dan polusi di masa mendatang.
Sebelumnya, metode untuk menyerap mikroplastik lebih cenderung mahal dan sulit dibuat, sehingga terbatas dalam skalabilitasnya. Namun, dengan biaya rendah dan ketersediaan bahan baku seperti tulang kapas dan cumi-cumi yang melimpah, aplikasi spons yang diciptakan di Wuhan ini memiliki potensi besar untuk digunakan dalam ekstraksi mikroplastik dari badan air yang kompleks.
Shima Ziajahromi, seorang dosen di Universitas Griffith Australia yang mempelajari mikroplastik, menyambut baik metode ini dan menyebutnya sebagai cara yang efektif untuk membersihkan ekosistem perairan yang berisiko tinggi dan rentan. Namun, Ziajahromi juga menekankan bahwa pengelolaan yang cermat terhadap limbah spons yang terurai perlu diperhatikan, agar tidak memindahkan mikroplastik dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya.
Dalam konteks Indonesia, langkah-langkah strategis juga perlu diimplementasikan untuk mengurangi konsumsi mikroplastik secara tidak disadari. Pengawasan ketat terhadap industri yang berpotensi mencemari lingkungan dengan mikroplastik, edukasi masyarakat tentang bahaya mikroplastik, dan peningkatan kesadaran akan pentingnya memilih produk yang ramah lingkungan dapat menjadi langkah awal dalam menjaga kesehatan manusia dan keberlangsungan ekosistem.
Sejalan dengan langkah-langkah global dalam mengurangi polusi plastik, kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi kunci dalam menangani permasalahan ini. Upaya untuk menciptakan pengganti plastik yang lebih ramah lingkungan serta penegakan kebijakan yang ketat terhadap penggunaan dan pembuangan plastik juga perlu terus diupayakan.
Dengan kesadaran bersama dan inovasi teknologi yang terus berkembang, harapan untuk melindungi lingkungan dan kesehatan manusia dari bahaya mikroplastik bukanlah hal yang tidak mungkin. Langkah-langkah konkret perlu diambil segera untuk mencegah dampak yang lebih buruk di masa depan. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa upaya-upaya penyelamatan lingkungan ini tidaksia-sia.