Menggali Makna "Insan": Menelusuri Esensi Kemanusiaan, Masih Tentang Nasihat Aneh dari Bapak
Tanggal: 30 Mar 2024 08:50 wib.
Ketika kita memandang manusia, sesungguhnya kita sedang menyingkap tabir kompleksitas yang membentuk hakikatnya. Ibnu Mandzhur, seorang pemikir besar, mengajarkan bahwa istilah "Insan" berasal dari akar kata yang penuh makna: anasa, annasa, dan nasiya.
Anasa, yang mengandung arti kemampuan berpikir, belajar, dan meminta izin, membedakan manusia sebagai makhluk yang penuh potensi intelektual. Dengan penglihatan dan nalarnya, manusia mampu memetik hikmah dari setiap langkah kehidupannya. Ilmu yang dimilikinya memungkinkan untuk membedakan antara kebaikan dan keburukan, serta memperbaiki kesalahan yang mungkin dilakukannya. Adab dan etika, tercermin dalam permohonan izin, melandasi interaksi manusia dengan sesama dan lingkungannya.
Annasa, merujuk pada sifat jinak dan ramah, membedakan manusia dari binatang yang liar. Manusia, dengan kelembutannya, menciptakan peradaban dan aturan main yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Dia menjalin hubungan yang bersahabat dengan lingkungan sekitarnya, menegakkan keadilan dan kemanusiaan.
Nasiya, yang mencerminkan makna lupa, menunjukkan bahwa manusia tidak luput dari kesalahan dan khilaf. Dalam kekhilafannya, dia mungkin terlena dan lalai. Namun, pentingnya taubat menjadi jalan untuk menghapus dosa dan memperbaiki kesalahan. Sebagai makhluk yang rentan terhadap kesalahan, taubat menjadi pangkal kebijaksanaan dan kesempurnaan bagi manusia.
"Insan" bukanlah sekadar gelar atau identitas, melainkan panggilan untuk menjadi sesuatu. Dalam perjalanan menuju kesempurnaan atau kesengsaraan, manusia terus bergerak dinamis, menggali potensi dirinya, dan mengejar cita-cita yang agung. Dalam bahasa Inggris, konsep ini dikenal sebagai "Human Becoming", yang menegaskan bahwa manusia selalu dalam proses menjadi yang lebih baik.
Namun, Allah SWT. mengingatkan bahwa jika manusia tidak mampu mengoptimalkan potensinya atau meminimalisir kesalahan dan khilafnya, ia akan jatuh ke tingkat yang lebih rendah, seperti hewan yang tidak memiliki akal. Oleh karena itu, sebagai manusia, kita dituntut untuk senantiasa menggali potensi, memperbaiki diri, dan menghindari kesalahan.
Dalam kesimpulannya, kita, manusia, adalah refleksi dari makna "Insan". Di dalam diri kita, terkandung kebijaksanaan, kelembutan, dan potensi yang tak terhingga. Mari kita jadikan hakikat kemanusiaan sebagai pendorong untuk terus berkembang dan menyongsong masa depan yang lebih baik, sejalan dengan kehendak Ilahi.