Malu sama Allah, Mau Sampai Mana Kita Mengejar Dunia?

Tanggal: 23 Jul 2017 08:33 wib.
Sungguh menarik bagaimana seorang manusia memandang kehidupan. Cobalah sejenak untuk merenung.


Setiap hari kita disibukkan dengan dunia, yang padahal suatu saat benar-benar akan kita tinggalkan. Dan seringkali, kita lalai akan akhirat, padahal suatu saat benar-benar akan kita jumpai dan datangi.


Setiap hari pikiran kita disibukkan dengan pemenuhan kebutuhan dunia, beli ini beli itu hingga lupa untuk bersedekah. Padahal, yang barang yang dibanggakan, suatu saat akan rusak. Hari ini kita membeli handphone dengan tampilan dan spesifikasi baru. Namun, tunggu saja dalam beberapa bulan, akan tertinggal dan muncul yang lebih baru lagi.



Setiap hari waktu kita disibukkan dengan pemenuhan kebutuhan dunia, kerja ini kerja itu hingga tenaga dihabiskan untuk memenuhi permintaan bos kita, karena takut dipecat, begitu patuhnya kita kepada dirinya, hingga lupa untuk shalat dan menghamba pada-Nya. Padahal, Allah adalah pemilik segala-Nya. Bahkan, shalat saja bila benar-benar khusyuk, tidak menghabiskan waktu yang sangat lama. Allah tidak menuntut kita shalat separuh hari. Namun, lantas mengapa kita selalu saja berat untuk melakukannya?

Bila terdapat orientasi yang kurang tepat, akhirnya, bukan kepuasan yang didapatkan, melainkan kecemasan. Ya, kecemasan timbul karena hati terpaut akan dunia. Seorang pebisnis yang meraih omset hingga miliaran rupiah, begitu cemas karena khawatir pesaingnya mampu untuk menjatuhkannya. Namun di sisi lain, masih ada seseorang yang begitu tenang meski sehari-hari hanya mendapatkan uang puluh ribuan.

Oh, ternyata, kunci segalanya adalah pada hati.Benar, sekali lagi terdapat pada hati.


Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (dalam) jiwa.” (HR. al-Bukhari, no. 6081 dan Muslim, no. 1051).


Bukan berarti kita tidak boleh bekerja, bukan berarti kita tidak boleh menginginkan dunia. Namun, bagaimana kita menjadikan aktivitas kita di dunia berorientasi akhirat. Apapun itu. Sehingga, berhasil dan gagal semua diserahkan pada Allah.


Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu beliau berkata, “Kami mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya, maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya).” (HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan Syaikh al-Albani).


*ditulis oleh: Muhammad Rijal Wahid Muharram
Copyright © Tampang.com
All rights reserved