Berbahagialah Para Ibu, Kebahagiaan Ibu Pengaruhi Kesehatan Bayi
Tanggal: 21 Agu 2017 08:34 wib.
Betapa bahagianya seorang ibu dalam hubungannya dan dukungan sosial yang diterimanya dapat mempengaruhi risiko penyakit kolik bayi, menurut periset Penn State College of Medicine. Studi ini menyoroti faktor-faktor yang mungkin berkontribusi pada kelakuan bayi, keluhan umum, terutama di kalangan ibu pertama kali.
Kondisi sosial yang berkaitan dengan kesehatan mental selama kehamilan, seperti kecemasan ibu dan rendahnya dukungan sosial, sebelumnya telah dikaitkan dengan penyakit kolik. Periset juga menghubungkan depresi ibu pascamelahirkan dengan peningkatan risiko kolik.
Studi ini mengukur kebahagiaan hubungan ibu pertamakali dan dukungan sosial secara umum, serta dukungan untuk merawat bayi dari pasangan mereka. Para peneliti, yang melaporkan temuan mereka dalam edisi terbaru Child: Care, Health and Development, melihat faktor-faktor ini selama kehamilan dan satu bulan setelah melahirkan di lebih dari 3.000 wanita, 18 sampai 35 tahun, yang melahirkan di 78 rumah sakit di Pennsylvania antara Januari 2009 dan April 2011.
Secara keseluruhan, 11,6 persen ibu dalam penelitian melaporkan bahwa bayi mereka menderita kolik, yang berarti bahwa bayi menangis selama tiga jam atau lebih dalam sehari (bayi sangat rewel).
Wanita yang lebih bahagia dalam hubungan dengan pasangannya selama dan setelah kehamilan, memberikan risiko kolik yang lebih rendah pada bayinya.
"Mungkin bayi menangis lebih sedikit jika ibu dan ayah lebih bahagia," kata Kristen Kjerulff, profesor ilmu kesehatan masyarakat dan penulis studi senior. Kemungkinan lain adalah bahwa ibu dalam hubungan yang lebih bahagia mungkin tidak menganggap tangisan bayi mereka sebagai hal yang negatif, dan mungkin tidak melaporkannya sebagai penyakit kolik, katanya.
Wanita yang menilai pasangan mereka sebagai pendukung juga memiliki bayi dengan risiko kolik yang lebih rendah. Dukungan sosial umum dari teman dan keluarga juga dikaitkan dengan risiko kolik yang lebih rendah.
Menariknya, bayi wanita lajang memiliki tingkat kolik yang paling rendah. Meskipun hubungan ini tidak signifikan secara statistik, temuan ini lebih lanjut menunjukkan bahwa dukungan sosial penting untuk mengurangi penyakit kolik. Wanita dalam penelitian yang tidak memiliki pasangan melaporkan memiliki tingkat dukungan sosial umum yang lebih tinggi, menurut Kjerulff.
"Jika Anda tidak memiliki pasangan, Anda masih dapat memiliki banyak dukungan sosial, banyak cinta dan banyak hubungan bahagia, dan semua itu akan menjadi lebih baik untuk bayi Anda," katanya. "Cinta membuat perbedaan."
Selanjutnya, Alexander dan Kjerulff berencana untuk mempelajari apakah faktor hubungan dan faktor pendukung sosial mempengaruhi hasil kesehatan anak yang terkait dengan kolik, seperti masalah gastrointestinal atau alergi makanan, seiring bertambahnya usia anak-anak.