Ternyata Kebahagiaan Dapat Dibeli, Tapi yang Harus Dibeli Adalah ...
Tanggal: 4 Agu 2017 14:27 wib.
Tampang.com - Ada istilah kebahagiaan tidak dapat dibeli dengan uang. Tapi, sebuah pengecualian apabila anda membeli waktu orang lain.
Menurut salah satu hasil studi, orang yang membeli waktu orang lain untuk mengerjakan suatu hal yang tidak disukai oleh kita, maka kita dapat lebih bahagia. Hasil ini telah dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Contohnya, apabila anda tidak suka membersihkan rumah, kemudian anda membayar orang lain untuk mengerjakannya. Lalu, waktu tersebut anda gunakan untuk melakukan hal yang anda gemari, maka anda akan jauh lebih bahagia.
Penelitian tersebut berasal dari tim peneliti dari gabungan Harvard University, University of British Columbia, dan dua institusi di Belanda. Hal ini tidak hanya berlaku bagi orang-orang berada.
Pengujian dilakukan dengan menyurvei 6.000 responden di 4 negara dengan pendapatan, jam kerja, jumlah tanggungan, dan karier yang beragam. Mereka mendapatkan kesimpulan bahwa pembelian yang menghemat waktu berkolerasi dengan berkurangnya stres dan perasaan yang lebih positif.
Untuk hasil meyakinkan, tim peneliti melanjutkan eksperimen dengan 60 orang dewasa di Vancouver, Kanada.
Para peneliti memberikan uang pada partisipan sebesar 40 dollar Kanada sekitar Rp 420.000 selama dua akhir minggu berturut-turut. Uang tersebut untuk membeli barang pada satu minggu dan membeli layanan yang menghemat waktu, seperti memperkerjakan pengasuh anak atau pembersih rumah, pada minggu lainnya.
Secara umum, partisipan melaporkan efek positif yang lebih tinggi setelah membeli layanan yang menghemat waktu dibandingkan dengan membeli barang.
Sayangnya, mayoritas orang tidak mau menukarkan uangnya dengan waktu. Pada survei terpisah dengan 98 orang dewasa di Vancouver, para peneliti menemukan bahwa hanya dua persen orang yang mau membeli lebih banyak waktu. Lalu, dalam survei di Belanda, hanya setengah dari milyuner yang secara rutin, membayar orang lain untuk mengerjakan tugas yang tidak mereka sukai.
Penemuan ini pun membuat Sanford DeVoe, seorang dosen psikologi di University of California yang tidak terlibat dalam studi tersebut, heran. Dia berkata bahwa walaupun mayoritas orang merasa kekurangan waktu sehingga mengalami stres, depresi dan kurang tidur, hanya sedikit yang mau mengeluarkan uangnya untuk mendapat lebih banyak waktu.
Ashley Whillans, psikolog sosial dari Harvard University yang memimpin studi tersebut, menduga bahwa bahwa hal ini disebabkan oleh nilai waktu yang abstrak.
“Kita selalu berpikir bahwa akan punya lebih banyak waktu pada keesokan harinya. Akibatnya, kita tidak mau menukarkan uang yang konkrit dan bisa diukur untuk waktu, yang lebih tidak jelas” ujarnya kepada Washington Post 24 Juli 2017.
DeVoe pun menyetujui pendapat Whilians. Dia mengatakan, ketika Anda membayar seseorang untuk membersihkan rumah atau memotong rumput di halaman, Anda tahu dengan pasti uang yang akan berkurang dari dompet. Namun, Anda tidak tahu seberapa besar kebahagiaan yang akan didapat dari membayar orang lain untuk melakukannya.