Terlalu Ngertiin Orang Bisa Bikin Diri Sendiri Lelah Emosional
Tanggal: 27 Mei 2025 11:04 wib.
Tampang.com | Siapa di antara kita yang selalu berusaha jadi pendengar yang baik? Yang selalu siap sedia kasih solusi, yang selalu ada buat teman atau keluarga yang lagi butuh sandaran? Kedengarannya sih mulia banget, ya. Tapi, kalau kebiasaan ini keterusan dan kita jadi terlalu ngertiin orang lain sampai melupakan diri sendiri, hati-hati! Ini bisa jadi bumerang yang bikin kita merasakan lelah emosional yang luar biasa.
Fenomena ini sering disebut people-pleasing atau emotional labor yang berlebihan. Kita punya empati yang tinggi, ingin selalu membantu, dan nggak tega kalau melihat orang lain kesusahan. Nggak salah sih punya sifat baik itu. Tapi, masalahnya muncul ketika kita terus-menerus menempatkan kebutuhan dan perasaan orang lain di atas kebutuhan dan perasaan kita sendiri. Kita jadi terlalu banyak memberi, sampai lupa bagaimana cara menerima atau bahkan mengisi ulang "tangki" emosi kita.
Coba deh bayangin, ada teman curhat panjang lebar tentang masalahnya, kita dengarkan dengan saksama, kita kasih dukungan, kita bantu cari solusi. Lalu, besoknya ada lagi teman lain yang butuh saran soal pekerjaan. Belum lagi urusan keluarga yang minta perhatian. Akhirnya, setiap hari kita jadi "bak sampah" emosi orang lain. Kita menampung semua keluh kesah, semua beban pikiran, semua energi negatif mereka. Lama-lama, kita sendiri yang jadi kosong, capek, dan terbebani.
Lelah emosional ini beda sama capek fisik. Kalau capek fisik, kita bisa tidur atau istirahat, langsung segar lagi. Tapi kalau lelah emosional, rasanya energi itu terkuras habis, dan meskipun sudah tidur, bangunnya tetap nggak fresh. Kita jadi gampang marah, gampang sedih, susah konsentrasi, bahkan bisa sampai nggak nafsu makan atau tidur. Ini semua karena kita nggak punya boundaries atau batasan yang jelas antara diri kita dan orang lain.
Kita juga seringkali kesulitan untuk bilang "tidak". Merasa nggak enak hati, takut dibilang nggak peduli, atau takut kehilangan teman. Akhirnya, kita memaksakan diri melakukan hal yang sebenarnya nggak kita inginkan atau nggak kita sanggupi, cuma demi menyenangkan orang lain. Padahal, diri kita sendiri juga butuh perhatian, butuh waktu istirahat, dan butuh ruang untuk bernapas.
Terus, gimana dong caranya biar nggak terus-terusan capek sendiri karena terlalu ngertiin orang? Pertama, sadari bahwa kita punya hak untuk punya batasan. Nggak semua masalah orang lain itu tanggung jawab kita. Kita boleh kok menolak, atau setidaknya membatasi seberapa jauh kita bisa membantu. Menetapkan boundaries itu penting banget untuk menjaga kesehatan mental kita.
Kedua, mulai prioritaskan self-care. Ini bukan egois, lho. Justru, kalau kita punya "tangki" emosi yang penuh, kita jadi punya lebih banyak energi dan kapasitas untuk membantu orang lain dengan tulus, tanpa merasa terbebani. Luangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang kamu suka, yang bisa mengisi ulang energimu, entah itu membaca buku, olahraga, meditasi, atau sekadar menikmati kopi di pagi hari.
Ketiga, belajar untuk bilang "tidak" dengan sopan. Nggak perlu merasa bersalah. Kamu bisa bilang, "Maaf ya, saat ini aku lagi ada prioritas lain," atau "Aku mengerti kamu sedang kesulitan, tapi aku juga lagi butuh waktu untuk diriku sendiri." Orang yang benar-benar peduli pasti akan mengerti. Keempat, bedakan antara empati dan simpati. Empati itu merasakan apa yang orang lain rasakan, tapi simpati itu ikut terjebak dalam emosi mereka. Kita bisa berempati tanpa harus ikut tenggelam dalam masalah mereka.
Ingat, self-worth duluan itu bukan egois, tapi bentuk mencintai diri sendiri. Kalau kita sendiri sudah happy dan sehat secara emosi, baru deh kita bisa menebarkan kebahagiaan itu ke orang lain dengan tulus. Jangan sampai niat baik kita untuk emosi sehat malah membuat kita jadi korban. Kita layak kok untuk punya batasan dan menjaga energi kita sendiri.