Romantisasi Toxic Relationship di Film Bukan Sesuatu yang Manis
Tanggal: 28 Mei 2025 11:28 wib.
Siapa sih yang nggak suka nonton film atau serial yang ceritanya bikin baper? Apalagi kalau ada adegan romantis yang so sweet banget, bikin kita jadi berkhayal punya pasangan kayak begitu. Tapi, pernah nggak sih kamu perhatiin, ada beberapa film atau serial yang justru tanpa sadar malah meromantisasi toxic relationship? Mereka menampilkan hubungan yang sebenarnya nggak sehat, penuh drama, dan bahkan cenderung manipulatif, tapi dibungkus dengan aura "cinta sejati" yang bikin kita jadi bingung. Ini bukan lagi sesuatu yang manis, lho, tapi justru bahaya karena bisa memengaruhi pandangan kita tentang cinta dan hubungan.
Fenomena romantisasi toxic relationship ini sering banget muncul di budaya pop, terutama di film, serial TV, lagu, atau bahkan novel. Mereka menampilkan karakter yang posesif sebagai "cinta yang mendalam", perilaku kasar sebagai "bukti cemburu karena terlalu sayang", atau drama tak berkesudahan sebagai "bumbu cinta yang bikin hubungan nggak membosankan". Padahal, kalau kita teliti lebih jauh, itu semua adalah tanda-tanda cinta beracun yang seharusnya dihindari.
Coba deh bayangin skenarionya. Ada karakter cowok yang super posesif, selalu ngelarang pacarnya bergaul sama teman-temannya, cemburu buta tanpa alasan, dan selalu mau tahu semua aktivitas pacarnya. Di film, ini seringkali digambarkan sebagai "dia terlalu cinta sampai nggak mau kehilangan kamu". Atau, ada adegan di mana pasangan sering banget berantem, saling teriak, banting barang, tapi setelah itu langsung mesra lagi dan bilang "ini cara kami mencintai". Penonton pun jadi mikir, "Oh, mungkin cinta itu memang harus sesulit ini ya," atau "Drama itu bikin hubungan nggak monoton."
Dampak dari pengaruh media yang meromantisasi hubungan toksik ini nggak main-main. Terutama bagi anak muda yang sedang mencari identitas dan pemahaman tentang cinta. Mereka bisa jadi salah kaprah dan menganggap bahwa perilaku-perilaku nggak sehat itu adalah hal yang normal, atau bahkan bukti kalau pasangannya sangat mencintai. Akibatnya, mereka jadi terjebak dalam hubungan tidak sehat di dunia nyata, sulit mengenali red flag, dan nggak berani keluar karena mengira itulah "cinta sejati" yang seperti di film.
Padahal, cinta yang sehat itu seharusnya nggak bikin kita merasa takut, terkekang, atau terus-menerus cemas. Cinta yang sehat itu dibangun atas dasar kepercayaan, rasa hormat, komunikasi yang terbuka, dan dukungan satu sama lain. Nggak ada tempat buat manipulasi, kontrol berlebihan, atau kekerasan verbal.
Terus, gimana dong caranya biar kita nggak gampang terkecoh sama gambaran cinta yang salah di layar kaca? Pertama, sadar nonton. Saat kamu nonton film atau serial, coba deh jadi penonton yang kritis. Pertanyakan setiap perilaku karakter yang digambarkan romantis tapi sebenarnya merugikan. Apakah perilaku itu akan kamu terima di dunia nyata? Kalau jawabannya "tidak", berarti itu bukan contoh cinta yang baik.
Kedua, cari referensi cinta sehat saja. Banyak kok film atau serial yang menampilkan hubungan yang positif, saling mendukung, dan menunjukkan bagaimana pasangan bisa tumbuh bersama tanpa drama yang merusak. Baca juga buku-buku atau artikel tentang hubungan yang sehat biar kamu punya pemahaman yang benar.
Ketiga, jangan jadikan film sebagai satu-satunya panduan hidup. Realitas itu jauh lebih kompleks daripada yang ditampilkan di layar. Film itu hiburan, fiksi, dan seringkali melebih-lebihkan atau menyederhanakan konflik demi plot yang menarik. Keempat, kalau kamu merasa ada teman atau orang terdekat yang terjebak dalam hubungan yang mirip dengan yang diromantisasi film, coba deh ajak dia diskusi. Bantu dia melihat bahwa itu bukan cinta yang sehat.
Terakhir, dan ini penting banget, prioritaskan cinta sehat di kehidupan nyatamu. Jangan pernah menoleransi perilaku yang merusak, merendahkan, atau membuatmu tidak aman. Kamu berhak mendapatkan cinta yang tulus, yang membuatmu merasa dihargai, bebas, dan bahagia. Karena stop romantisasi toxic itu artinya kita punya keberanian untuk bilang bahwa cinta sejati itu seharusnya membangun, bukan menghancurkan.