Sumber foto: iStock

Risiko Kesehatan dan Sosial Saat Menikah di Usia Anak

Tanggal: 11 Okt 2024 05:22 wib.
Perkawinan antara influencer bernama Asy Syifa menjadi perbincangan netizen karena menikah pada usia 17 tahun dan suaminya Gus Zizan yang masih 19 tahun. Meskipun secara hukum, keduanya tidak melanggar undang-undang, namun keputusan untuk menikah di usia anak membawa risiko kesehatan dan sosial yang perlu dipertimbangkan.

Undang-undang perkawinan di Indonesia, tepatnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika laki-laki telah mencapai usia 19 tahun dan perempuan mencapai usia 16 tahun. Dalam konteks ini, perkawinan Asy Syifa dan Gus Zizan memenuhi syarat hukum.

Namun, keputusan untuk menikah di usia muda membawa konsekuensi yang perlu diperhatikan, terutama dari sisi kesehatan. Dokter spesialis kandungan, Dr. Liva Wijaya SpOG, mengungkapkan bahwa terdapat risiko kesehatan yang mengintai ketika seseorang menikah di usia anak, seperti risiko kehamilan yang tinggi.

Dr. Liva menyebut beberapa risiko kesehatan, antara lain peningkatan angka kematian ibu hamil dan melahirkan, peningkatan risiko anemia, penyakit menular seksual, kanker, hipertensi, dan diabetes melitus. Selain itu, pernikahan muda juga meningkatkan risiko penelantaran dan malnutrisi anak.

Selain dari sisi kesehatan, pernikahan muda juga dapat berdampak pada kondisi ekonomi. Dr. Liva menekankan bahwa pernikahan muda cenderung terjadi pada keluarga dengan status ekonomi rendah, karena anak yang menikah dan hamil akan kehilangan waktu untuk melanjutkan pendidikan dan berkarier.

Selain dampak kesehatan dan ekonomi, pernikahan muda juga berisiko pada aspek sosial. Pernikahan di usia muda cenderung dikaitkan dengan peningkatan angka perceraian dan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).  

Tidak hanya itu, menikah di usia muda juga dapat berdampak pada kesehatan mental pasangan suami dan istri. Usia anak seharusnya merupakan masa untuk belajar dan mengembangkan diri. Ketika terikat dalam pernikahan dan kehamilan, kesempatan tersebut menjadi terbatas, yang dapat meningkatkan gangguan mood dan masalah psikis.

Dr. Liva menegaskan bahwa keturunan yang lahir dari pernikahan di usia muda berisiko mengalami gangguan mental, masalah kesehatan, dan ketergantungan ekonomi karena rendahnya tingkat pendidikan, sehingga membentuk lingkaran setan yang sulit terputus.

Perlu disadari bahwa menikah di usia muda membawa risiko yang kompleks, tidak hanya dari segi kesehatan, ekonomi, dan sosial, tetapi juga berdampak pada masa depan individu dan keluarga. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan menikah di usia anak secara matang, serta melindungi hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Di sisi lain, pendidikan dan sosialisasi mengenai pentingnya menunda perkawinan hingga usia yang lebih matang juga perlu ditingkatkan, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta pemahaman yang lebih baik tentang risiko perkawinan di usia muda, sehingga dapat mengurangi angka perkawinan usia anak di Indonesia.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved