Perempuan Sebagai Tulang Punggung Keluarga: Fenomena Meningkatnya Female Breadwinners di Indonesia
Tanggal: 19 Apr 2025 19:19 wib.
Fenomena perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga di Indonesia semakin terlihat jelas dalam beberapa tahun terakhir. Peran perempuan sebagai pencari nafkah utama, yang sebelumnya dianggap jarang terjadi, kini semakin mencuat. Hal ini terungkap dalam laporan terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) berjudul "Female Breadwinners: Fenomena Perempuan sebagai Pencari Nafkah Utama Keluarga."
Menurut data BPS, pada tahun 2024, sekitar 14,37 persen pekerja perempuan di Indonesia digolongkan sebagai "female breadwinners", yaitu perempuan yang menjadi pencari nafkah utama dalam rumah tangga. Data ini didapat dari Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dilakukan pada Agustus 2024. Kriteria female breadwinners adalah perempuan yang bekerja dan menerima pendapatan terbesar dalam rumah tangga, bahkan ada yang menjadi satu-satunya pencari nafkah.
Kontribusi ekonomi perempuan sebagai pencari nafkah utama di rumah tangga sangat besar. Menurut data BPS, hampir setengah dari female breadwinners berkontribusi sebesar 90 hingga 100 persen terhadap pendapatan rumah tangga. Fenomena ini menunjukkan bahwa perempuan kini memiliki peran yang lebih signifikan dalam perekonomian keluarga.
Namun, berdasarkan sebaran provinsi, BPS mencatat bahwa ada 23 provinsi di Indonesia yang persentase female breadwinners-nya masih di bawah angka nasional. DKI Jakarta mencatatkan angka tertinggi, sementara Papua Pegunungan berada di posisi terendah. Perbedaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh norma budaya setempat yang lebih menganggap laki-laki sebagai pencari nafkah utama, sedangkan perempuan lebih banyak mengurusi urusan domestik.
Jenis Pekerjaan Female Breadwinners
Mayoritas perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga bekerja dengan status berusaha. Dalam hal ini, 'berusaha' mencakup berbagai bentuk usaha, seperti berusaha sendiri, berusaha dengan karyawan, atau berusaha dengan bantuan pekerja keluarga. Pekerjaan dengan status ini dipilih oleh banyak perempuan karena memberikan fleksibilitas waktu, yang memudahkan mereka untuk mengatur pekerjaan sekaligus menjalankan tanggung jawab domestik.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Budig pada 2006 menjelaskan bahwa peran ganda yang dihadapi perempuan—antara pekerjaan dan urusan domestik—menjadi alasan utama mereka memilih pekerjaan dengan status berusaha. Pekerjaan jenis ini menawarkan lebih banyak fleksibilitas dibandingkan dengan pekerjaan formal yang membutuhkan waktu tetap dan sering kali mengharuskan syarat pendidikan tinggi.
Selain itu, sekitar 44,95 persen female breadwinners bekerja sebagai buruh atau karyawan. Ini menjadi pilihan yang lebih realistis bagi perempuan yang tidak memiliki modal cukup untuk memulai usaha sendiri. Pekerjaan sebagai buruh atau karyawan memberikan penghasilan tetap dan lebih mudah diakses, karena tidak memerlukan modal yang besar dan biasanya memiliki aksesibilitas lebih tinggi dibandingkan usaha pribadi.
Sektor Ekonomi dan Lokasi Kerja
Sektor perdagangan mendominasi sebagai tempat bekerja bagi female breadwinners, dengan proporsi sebesar 23,61 persen. Sektor lainnya yang memiliki persentase tinggi adalah pertanian (17,86 persen) dan industri pengolahan (17,37 persen). Studi oleh ILO pada 2018 menyebutkan bahwa sektor ekonomi yang berkembang di suatu daerah mempengaruhi peluang kerja bagi perempuan. Di daerah yang ekonominya bergantung pada sektor yang didominasi oleh laki-laki, seperti pertambangan atau konstruksi, kemungkinan perempuan bekerja di sektor tersebut lebih sedikit.
Berdasarkan lokasi kerja, sebagian besar female breadwinners bekerja di usaha perorangan, dengan persentase mencapai 60,79 persen. Hal ini menunjukkan bahwa banyak perempuan memilih untuk bekerja di tempat yang menawarkan fleksibilitas tinggi, seperti usaha mikro atau sektor informal yang memungkinkan mereka menyeimbangkan pekerjaan dengan peran domestik mereka. Banyak yang bekerja di rumah sendiri, rumah pemberi kerja, atau pasar, yang menawarkan aksesibilitas lebih besar, terutama untuk mereka yang memiliki tanggung jawab merawat anak atau anggota keluarga lainnya.
Namun, bekerja di sektor informal atau rumah tangga berbayar sering kali tidak memberikan perlindungan ketenagakerjaan yang memadai, serta jaminan sosial yang seharusnya diterima oleh pekerja di sektor formal. Situasi ini menambah tantangan bagi perempuan yang bekerja di sektor-sektor ini, yang sering kali menghadapi pendapatan rendah dan ketidakpastian ekonomi.
Tantangan dan Kesenjangan Gender
Meskipun fenomena perempuan sebagai pencari nafkah utama menunjukkan perkembangan yang signifikan, banyak tantangan yang masih dihadapi oleh female breadwinners. Keterbatasan akses terhadap modal, pendidikan, dan pelatihan keterampilan membuat banyak perempuan terjebak dalam pekerjaan dengan pendapatan rendah dan peluang karir yang terbatas. Selain itu, peran ganda yang harus dijalankan oleh perempuan—antara pekerjaan dan urusan domestik—sering kali menjadi hambatan besar.
Kesenjangan gender dalam dunia kerja masih menjadi isu yang perlu diperhatikan. Perempuan di negara berkembang lebih cenderung bekerja di sektor informal atau pekerjaan yang tidak memberikan perlindungan sosial. Hal ini semakin memperkuat kesenjangan dalam hal pengembangan karir dan peningkatan pendapatan di masa depan.
Fenomena female breadwinners di Indonesia menunjukkan bahwa peran perempuan dalam perekonomian keluarga semakin penting. Meskipun banyak perempuan yang memilih untuk bekerja di sektor informal atau pekerjaan dengan fleksibilitas tinggi, masih ada tantangan besar yang harus dihadapi, terutama terkait dengan kesenjangan gender dan akses terhadap peluang ekonomi yang lebih baik. Ke depan, penting untuk menciptakan lebih banyak kesempatan dan kebijakan yang mendukung pemberdayaan perempuan, agar mereka bisa berkembang dan berperan lebih besar dalam perekonomian Indonesia.