Penjelasan Lengkap Kemenag Kenapa "Beer" & "Wine" Bersertifikat Halal
Tanggal: 5 Okt 2024 21:42 wib.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag RI) memberikan penjelasan terkait pemberian sertifikat halal kepada produk minuman dengan nama "Tuyul", "Tuak", "Beer", dan "Wine". Polemik terkait penamaan produk halal ini mendapatkan sorotan di media sosial, namun BPJPH Kemenag RI menegaskan bahwa produk-produk tersebut telah melalui proses sertifikasi halal dengan ketetapan halal yang sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Mamat Salamet Burhanudin, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, menjelaskan bahwa proses sertifikasi halal dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Produk yang telah bersertifikat halal telah melalui proses yang mencakup pemeriksaan dan/atau pengujian oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), sebagian besar di antaranya dilakukan oleh LPH LPPOM. Hal ini menunjukkan bahwa kehalalan produk telah dipastikan melalui mekanisme yang ketat dan terstandarisasi.
Terkait dengan penamaan produk halal, Mamat mengacu pada regulasi yang mengatur hal tersebut, termasuk Standar Nasional Indonesia (SNI) 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 44 tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk, dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal. Peraturan ini menegaskan bahwa para pelaku usaha tidak dapat mengajukan pendaftaran sertifikasi halal jika nama produk bertentangan dengan syariat Islam, etika, atau kepatutan yang berlaku di masyarakat.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat dalam penamaan produk yang mendapatkan sertifikasi halal, Mamat memastikan bahwa proses sertifikasi ini tidak terkait dengan kehalalan bahan atau proses produksi, melainkan hanya terkait dengan penamaan produk yang sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dalam hal ini, terdapat 61 produk dengan label "wine" dan 8 produk dengan label "beer" yang telah mendapatkan sertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI, serta jumlah produk lainnya yang memperoleh sertifikasi dari Komite Fatwa.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat fakta adanya perbedaan pendapat dari para ulama mengenai penamaan produk dalam proses sertifikasi halal. Namun, perbedaan ini tidak memengaruhi kehalalan produk tersebut karena telah melalui proses pemeriksaan dan pengujian yang ketat oleh Lembaga Pemeriksa Halal.