Sumber foto: Google

Pengukuran Berkualitas untuk Mendukung Perkembangan Anak Usia Dini Secara Holistik

Tanggal: 23 Mei 2025 09:44 wib.
Tampang.com | Pendidikan anak usia dini (PAUD) semakin mendapat perhatian serius sebagai fondasi penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan. Fokus utama kini beralih pada pengukuran capaian perkembangan anak sejak dini, yang menjadi pijakan penting bagi penyusunan kebijakan dan intervensi tepat sasaran. Menurut Farah Amalia, anggota ECED Council dan perwakilan J-PAL Southeast Asia, “Jika ingin meningkatkan hasil Program Penilaian Siswa Internasional (PISA) di usia 15 tahun, kita harus mulai dari masa emas anak usia balita, yakni 10–15 tahun sebelumnya.”

Pada lima tahun pertama kehidupan, otak anak mengalami perkembangan luar biasa pesat, membentuk hingga 90 persen jaringan otak dewasa. Karena itu, stimulasi lewat aktivitas menyenangkan sangat krusial. Kegiatan sederhana seperti mencoret, bermain bola, meronce, hingga mengancingkan baju bukan sekadar permainan, melainkan proses belajar yang membantu membangun kemampuan motorik, fondasi kognitif, dan emosional anak.

Selain pembelajaran yang menyenangkan, asupan gizi seimbang—termasuk pemberian ASI eksklusif selama dua tahun—imunisasi lengkap, lingkungan yang aman, serta pengasuhan responsif menjadi faktor penunjang yang tak kalah penting. Semua aspek ini merupakan bagian dari pendekatan holistik dan integratif dalam pengembangan anak usia dini.

Menjawab kebutuhan tersebut, Indonesia mengadopsi Early Childhood Development Index (ECDI) 2030, sebuah alat ukur global untuk memantau perkembangan anak usia 24–59 bulan secara komprehensif. ECDI 2030 tidak hanya menjadi alat statistik, tetapi juga fondasi untuk membangun kesadaran publik, mendukung intervensi berbasis data, dan menguatkan arah kebijakan nasional.

ECDI 2030 mencakup tiga domain utama: pembelajaran, kesehatan, dan kesejahteraan psikososial, dengan 20 pertanyaan yang diajukan kepada orang tua atau pengasuh sebagai informan utama. “Metode ini efisien sekaligus memberdayakan keluarga dalam mendukung stimulasi perkembangan anak secara berkelanjutan,” jelas Farah.

Hasil pengukuran nasional tahun 2024 yang melibatkan 15.000 keluarga menunjukkan 87,7 persen anak Indonesia berada pada jalur perkembangan yang sesuai usia. Meski capaian ini positif dan sejalan dengan target SDGs 4.2.1, masih terdapat kesenjangan antar kelompok sosial ekonomi, di mana anak-anak dari keluarga kurang mampu tertinggal dalam perkembangan.

Mulai tahun 2025, ECDI 2030 akan terintegrasi dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), memungkinkan pemantauan hingga tingkat kabupaten/kota. Hal ini diharapkan mampu mendorong intervensi yang lebih responsif dan tepat sasaran sesuai kondisi lokal.

Farah menekankan bahwa tantangan berikutnya adalah memastikan seluruh anak, tanpa terkecuali, memperoleh layanan gizi, kesehatan, pendidikan, dan pengasuhan yang terintegrasi. Selain itu, pengasuh dan penyedia layanan harus mampu menilai perkembangan anak secara akurat untuk memberikan dukungan yang tepat waktu.

Dengan fondasi pengukuran dan intervensi yang kuat, diharapkan anak-anak Indonesia tumbuh menjadi generasi yang tidak hanya siap belajar secara akademis, tetapi juga mencintai proses belajar itu sendiri. Harapannya, saat mereka mencapai usia 15 tahun, sudah terbentuk kecakapan hidup yang mumpuni dan semangat belajar tinggi, sebagai modal penting menuju Generasi Emas 2045.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved