Pengaruh Polusi Udara Terhadap Kesehatan: Bahaya yang Mengintai di Ruang Terbuka dan Dalam Ruangan
Tanggal: 4 Agu 2025 11:44 wib.
Paparan polusi udara, baik yang terjadi di dalam maupun di luar ruangan, telah terbukti memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia di berbagai kelompok usia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menekankan pentingnya memahami isu ini, sehingga setiap individu bisa lebih waspada dan mengambil langkah-langkah preventif. Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, saat dihubungi ANTARA di Jakarta, paparan polusi ini dapat menjadi penyebab utama peningkatan kasus penyakit gangguan pernapasan, yang salah satunya tergambar dalam data tentang infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Kondisi kualitas udara di Jakarta, yang dilaporkan semakin memburuk, sangat memprihatinkan. Aji menambahkan bahwa ibu hamil yang terpapar polusi udara memiliki risiko tinggi untuk melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), mengalami gangguan perkembangan janin, bahkan bahkan bisa berujung pada kelahiran prematur atau kematian janin. Tak hanya itu, efek polusi udara juga dapat menyebabkan cacat tabung saraf dan masalah pertumbuhan pada bayi.
Di kalangan anak-anak dan remaja, polusi udara berpotensi meningkatkan risiko terjadinya asma, ISPA, serta penyakit kardiovaskular dan paru-paru, hingga mengganggu keseimbangan insulin. Sementara itu, pada kelompok usia lanjut, pencemaran udara dapat memicu kejadian stroke, meningkatnya risiko penyakit jantung, kerusakan DNA, bronkitis kronis, hingga gangguan kesehatan paru-paru.
Sumber polusi di dalam ruangan, menurut Aji, termasuk asap dari kompor kayu bakar, asap rokok, hingga berbagai produk rumah tangga yang memancarkan zat berbahaya. Sedangkan untuk luar ruangan, pencemaran udara berasal dari asap kendaraan bermotor, aktivitas industri, serta kebakaran hutan. Pola data historis menunjukkan bahwa tingginya tingkat polusi udara di DKI Jakarta berkorelasi dengan meningkatnya kasus ISPA. Misalnya, berdasarkan analisis data PM2.5, dari tahun 2022 hingga 2025 menunjukkan konsentrasi polutan ini hampir selalu berada di atas ambang batas 25 mikrogram per meter kubik.
Data terbaru menunjukkan bahwa pada bulan Juni 2025, konsentrasi PM2.5 mencapai 46,6 mikrogram per meter kubik, sedangkan angka terendah muncul di bulan Maret, dengan konsentrasi sekitar 22,6 mikrogram per meter kubik. Dalam pola kejadian ISPA, bulan Maret tercatat sebagai puncak kasus dengan 293.852 kejadian, sedangkan kasus paling sedikit terjadi di bulan Juni dengan 172.206 kasus.
Menyikapi situasi ini, Kementerian Kesehatan mengajak masyarakat untuk secara aktif memantau kualitas udara, baik di dalam maupun di luar ruangan, melalui penggunaan aplikasi yang tersedia. Menggunakan penjernih udara serta menjauhi sumber-sumber polusi, termasuk asap rokok, menjadi langkah penting untuk menjaga kesehatan. Masyarakat juga disarankan untuk membatasi aktivitas di luar ruangan saat kualitas udara buruk, mengenakan masker, dan menerapkan pola hidup sehat.
Data tentang kualitas udara di Jakarta pun mengkhawatirkan. Menurut informasi terbaru dari IQAir per hari Rabu, kualitas udara di Jakarta berada pada level 63 dengan konsentrasi PM2.5 sekitar 15,9 mikrogram per meter kubik, yang menunjukkan bahwa polusi ini 3,2 kali lipat dari nilai panduan tahunan yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Partikel PM2.5, yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron, bisa berupa debu, asap, dan jelaga, menjadi ancaman serius bagi kesehatan, terutama bila terpapar dalam jangka panjang, mengingat risiko kematian dini bagi individu dengan kondisi jantung maupun paru-paru yang sudah ada sebelumnya.
Lebih lanjut, Jakarta menempati peringkat ke-59 dalam data peringkat kota besar paling terpapar polusi saat ini, menjadi pengingat bahwa perhatian terhadap kualitas udara harus lebih serius demi kesehatan bersama.