Pengaruh Buruk Radang Usus Terhadap Kesehatan Pasien
Tanggal: 4 Agu 2025 11:38 wib.
Penyakit radang usus, atau yang lebih dikenal dengan istilah Inflammatory Bowel Disease (IBD), adalah sebuah masalah kesehatan yang sangat serius dan perlu menjadi perhatian utama. Menurut Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, Sp.PD-KGEH, FACG, FASGE, FINASIM, seorang dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Abdi Waluyo, radang usus dapat memberikan dampak yang signifikan dan negatif pada kesehatan pasien. Dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Jakarta pada hari Kamis, ia menggarisbawahi pentingnya pemahaman yang lebih mendalam tentang penyakit ini.
Berdasarkan informasi dari Journal of Inflammation Research, radang usus merupakan kelompok penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya peradangan pada bagian usus besar dan kecil. Pada kondisi ini, sistem kekebalan tubuh justru menyerang elemen-elemen dalam sistem pencernaan, yang seharusnya dilindungi. Gejala khas dari penyakit ini adalah diare, yang seringkali sulit dibedakan oleh masyarakat dari diare biasa, sehingga banyak yang tidak menyadari potensi serius yang mungkin mendasarinya.
Penyakit ini umumnya mulai terdiagnosis pada usia dewasa muda. Hal ini tentu berdampak besar terhadap kehidupan sosial dan produktivitas kerja penderitanya. Jika tidak ditangani dengan baik, radang usus dapat memicu komplikasi yang berbahaya, seperti penggumpalan darah, serta radang pada kulit, mata, dan sendi, sampai pada kondisi yang sangat parah seperti kematian.
Ada tiga jenis utama dari penyakit radang usus: Ulcerative Colitis (UC) dan Crohn's Disease (CD), serta satu tipe baru yang dikenal sebagai Colitis Indeterminate (Unclassified). Penderita UC bisa mengalami sejumlah masalah serius, seperti toxic megacolon, di mana usus besar membengkak dan berpotensi mengancam nyawa, perforasi kolon, dehidrasi berat, serta statistik yang memperlihatkan peningkatan risiko kanker usus besar. Di sisi lain, pasien dengan CD dapat mengalami obstruksi saluran usus, malnutrisi, serta komplikasi berupa fistula dan fissura anal, yaitu robekan pada jaringan anus.
Komplikasi tersebut tentu sangat membahayakan kesehatan dan kualitas hidup pengidapnya. Prof. Marcellus menekankan bahwa alasan untuk diagnosis penyakit radang usus biasanya didasarkan pada keluhan yang dirasakan pasien, seperti nyeri perut yang berulang, perubahan pola buang air besar, buang air besar berdarah, serta penurunan berat badan yang drastis. Diagnosis ini juga didukung dengan pemeriksaan fisik serta sejumlah pemeriksaan penunjang, termasuk analisis feses, pemeriksaan darah, CT scan, MRI abdomen ketika dibutuhkan, dan endoskopi saluran cerna.
Setelah diagnosis ditegakkan, tingkat keparahan penyakit radang usus akan dinilai menggunakan sistem skoring yang telah ditetapkan. Terkait dengan masalah minimnya kesadaran masyarakat mengenai penyakit ini, dr. Sutrisno T. Subagyo, Sp.PD-JP, yang merupakan pendiri Rumah Sakit Abdi Waluyo, menginformasikan bahwa pihaknya telah mendirikan IBD Center sebagai pusat perawatan untuk pasien radang usus.
IBD Center ini menawarkan layanan terpadu yang melibatkan berbagai spesialis dari bidang-bidang terkait, seperti gastroenterologi, bedah digestif, nutrisi, serta perawatan psikososial. Selain itu, fasilitas ini juga berkomitmen untuk memperluas kolaborasi dalam bidang inovasi kesehatan dengan institusi lain, termasuk kerja sama dengan University of Chicago. Melalui kolaborasi ini, diharapkan akan ada kemajuan dan peningkatan dalam penanganan pasien penyakit radang usus, sehingga dapat memberikan perawatan yang lebih baik dan komprehensif.