Sumber foto: iStock

Misteri Cebok Pakai Tisu: Alasan Mengejutkan Orang Barat Tak Gunakan Air Seperti Kita

Tanggal: 4 Mei 2025 08:55 wib.
Perbedaan budaya dalam hal kebersihan setelah buang air besar menjadi perdebatan menarik yang masih berlangsung hingga kini. Di satu sisi, masyarakat Timur terbiasa menggunakan air untuk membersihkan diri, sementara masyarakat Barat justru memilih tisu toilet. Mengapa kebiasaan ini bisa sangat berbeda padahal tujuannya sama?

Ternyata, sejarah dan faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam membentuk kebiasaan ini. Sejak zaman kuno, masyarakat dari berbagai belahan dunia sudah memiliki cara sendiri untuk membersihkan diri setelah buang air. Namun tentu saja, dulu mereka belum mengenal tisu seperti sekarang.

Sebagai contoh, masyarakat Romawi pada abad ke-6 SM menggunakan batu untuk membersihkan kotoran. Di sisi lain, budaya di wilayah Timur Tengah dan Asia, seperti India dan Indonesia, menggunakan air sebagai bagian dari ritual kebersihan yang didasarkan pada ajaran agama, seperti Islam dan Hindu, yang sangat menekankan pentingnya bersuci.

Namun menariknya, meskipun saat ini penggunaan tisu identik dengan budaya Barat, catatan sejarah menyebutkan bahwa tisu pertama kali ditemukan di Tiongkok. Melalui riset berjudul “Toilet hygiene in the classical era” (2012), disebutkan bahwa tisu dibuat sebagai kelanjutan dari penemuan kertas di China. Jadi, bukan Barat yang lebih dulu menggunakan tisu, melainkan peradaban Timur yang justru memelopori penggunaannya.

Penggunaan tisu toilet di dunia Barat baru terdokumentasi pada abad ke-16. Francois Rabelais, seorang penulis asal Prancis, menjadi orang pertama yang menyinggung penggunaan tisu toilet. Meski begitu, dia menyebut tisu tak cukup efektif untuk membersihkan diri. Baru pada tahun 1890, inovasi berupa tisu gulung diciptakan dan menjadi populer seiring maraknya pabrik tisu di negara-negara Barat.

Namun, jika tisu dianggap tidak sebersih air, mengapa masyarakat Barat tetap menggunakannya?

Jawabannya terletak pada faktor iklim. Negara-negara Barat yang umumnya memiliki suhu dingin membuat masyarakatnya enggan bersentuhan langsung dengan air, apalagi dalam kondisi tanpa pemanas. Bayangkan saja betapa dinginnya air keran di musim salju. Inilah sebabnya, tisu dianggap sebagai solusi praktis dan nyaman.

Sebaliknya, masyarakat tropis seperti di Indonesia justru merasa kurang nyaman jika tidak bersentuhan dengan air saat cebok. Iklim panas membuat air terasa menyegarkan dan membantu menjaga kebersihan tubuh secara menyeluruh. Bahkan, tak sedikit yang merasa “belum bersih” jika hanya menggunakan tisu.

Faktor lain yang memengaruhi kebiasaan cebok adalah pola makan. Orang Barat cenderung mengonsumsi makanan rendah serat, seperti daging dan produk olahan, sehingga kotoran yang dihasilkan biasanya lebih padat dan sedikit mengandung air. Dengan kondisi ini, penggunaan tisu dirasa cukup untuk membersihkan sisa kotoran.

Berbeda dengan orang Asia, Afrika, dan sebagian wilayah Eropa Selatan yang lebih sering mengonsumsi makanan tinggi serat, seperti sayuran dan biji-bijian. Kotoran yang dihasilkan biasanya lebih lunak dan mengandung lebih banyak air, sehingga membutuhkan metode pembersihan yang lebih menyeluruh, yakni dengan air.

Meski sudah mengakar dalam budaya, penggunaan tisu sebenarnya memiliki kekurangan dari sisi higienitas. Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan air dalam membersihkan area genital jauh lebih efektif dalam menghilangkan bakteri dan kotoran. Air mampu menjangkau area tersembunyi yang tidak dapat dibersihkan maksimal hanya dengan tisu.

Namun, perlu diakui bahwa perubahan kebiasaan bukanlah hal mudah. Budaya cebok dengan tisu telah diwariskan dari generasi ke generasi di negara-negara Barat. Selain faktor budaya, infrastruktur juga ikut andil. Banyak rumah di Barat tidak dilengkapi bidet atau selang air di kamar mandi. Maka wajar jika penggunaan tisu menjadi pilihan utama dan praktis.

Menariknya, kini mulai banyak kampanye dan edukasi tentang pentingnya kebersihan dengan air, terutama di kalangan masyarakat Barat yang mulai peduli terhadap standar kebersihan personal yang lebih tinggi. Beberapa bahkan mulai memasang bidet di kamar mandi sebagai bentuk adaptasi terhadap kebiasaan Timur yang terbukti lebih higienis.

Perbedaan cara cebok ini tidak hanya mencerminkan budaya, tetapi juga menyingkap bagaimana lingkungan, sejarah, hingga pola konsumsi makanan memengaruhi cara hidup manusia sehari-hari. Tidak ada yang mutlak benar atau salah, namun memahami alasan di baliknya bisa membuka wawasan kita tentang keberagaman cara hidup di dunia ini.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved