Menghindari Oversharing di Media Sosial: Sebuah Peringatan untuk Kita Semua

Tanggal: 10 Jun 2025 11:24 wib.
Psikolog Klinis yang bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya, Kota Denpasar, Bali, Nena Mawar Sari, memberikan peringatan penting mengenai bahaya oversharing, atau kecenderungan untuk membagikan terlalu banyak informasi di media sosial. Dia menekankan bahwa perilaku ini tidak hanya dapat menguntungkan individu tersebut, tetapi juga berpotensi merugikan orang lain.

Dalam wawancara yang berlangsung di Jakarta pada hari Selasa, Nena menjelaskan bahwa perilaku oversharing sering kali berkaitan erat dengan kebutuhan manusia untuk mendapatkan pengakuan dan validasi dari orang lain. "Terdapat banyak faktor yang mendorong seseorang merasa perlu untuk mendapatkan pengakuan, sehingga mereka merasa dipandang sebagai individu yang peduli dan mampu menyajikan informasi dengan cepat," ungkapnya.

Orang-orang yang sering membagikan informasi secara berlebihan seringkali merasakan kepuasan ketika unggahan mereka mendulang interaksi, baik berupa "likes", komentar, maupun dibagikan ulang oleh pengguna lain. Sayangnya, ini termasuk dalam kasus di mana informasi yang dibagikan bisa sangat sensitif atau bahkan menyakitkan, seperti foto korban kecelakaan tragis.

Nena mengamati bahwa ada individu tertentu yang mencari perhatian dengan mengunggah gambar-gambar yang menyedihkan, tanpa mempertimbangkan dampak emosional pada keluarga korban atau orang-orang lain yang mungkin pernah mengalami kejadian serupa. Hal ini menunjukkan kurangnya empati di kalangan pengguna media sosial.

Untuk mencegah praktik oversharing yang dapat merugikan pihak lain, Nena menyarankan agar individu diingatkan mengenai batasan-batasan dalam berbagi informasi, terutama tentang hal-hal yang tidak etis untuk dipublikasikan. Edukasi tentang hal ini, menurutnya, sebaiknya juga diteruskan kepada anggota keluarga, terutama anak-anak, agar mereka memahami pentingnya empati dalam berbagi konten di media sosial.

Apabila seseorang merasa terpengaruh oleh konten-konten yang beredar, terutama jika mereka adalah bagian dari keluarga korban, Nena merekomendasikan agar mereka mencari bantuan profesional. "Jika mereka sudah terlanjur melihat konten yang menyedihkan, terutama yang bersifat viral, sangat disarankan bagi keluarga korban atau pihak-pihak yang merasa dirugikan untuk menjalani sesi terapi dengan seorang psikolog. Terapi ini bertujuan untuk membantu mereka dalam proses pemulihan mental," imbuhnya.

Belakangan ini, jagat media sosial diramaikan oleh beredarnya foto-foto kecelakaan yang melibatkan mahasiswa Universitas Gadjah Mada, termasuk gambar-gambar yang mengejutkan dan memperlihatkan korban yang meninggal dunia. Foto-foto tersebut, yang diduga diunggah oleh teman pelaku, menuai reaksi marah dari masyarakat, menunjukkan betapa sensitifnya konten yang dibagikan di ruang digital. Hal ini menjadi gambaran jelas akan pentingnya kesadaran dan empati dalam berinteraksi di media sosial.

 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved