Sumber foto: Canva

Mengapa Banyak Mahasiswa Merasa Quarter Life Crisis?

Tanggal: 28 Agu 2025 14:00 wib.
Masa kuliah sering disebut sebagai salah satu fase paling dinamis dalam hidup. Penuh dengan kebebasan, eksplorasi diri, dan kesempatan untuk membangun masa depan. Di balik semua itu, banyak mahasiswa yang merasakan adanya kegelisahan mendalam, kebingungan akan tujuan hidup, dan kekhawatiran berlebihan tentang masa depan. Kondisi ini, yang dikenal sebagai quarter life crisis atau krisis seperempat abad, tidak lagi hanya dialami oleh para lulusan baru, tetapi juga semakin banyak menghampiri mahasiswa di tingkat akhir. Ini bukan sekadar rasa galau biasa, melainkan sebuah pergolakan batin yang kompleks.

Tekanan Akademik dan Ekspektasi yang Tinggi

Salah satu pemicu utama quarter life crisis di kalangan mahasiswa adalah tekanan akademik yang intens. Kurikulum yang padat, tuntutan untuk mendapat nilai sempurna, dan persaingan ketat di antara sesama mahasiswa bisa sangat menguras energi mental. Selain itu, ada ekspektasi untuk aktif di berbagai organisasi, magang, dan membangun portofolio yang mengesankan. Mahasiswa merasa harus menjadi versi sempurna dari diri mereka untuk bisa bersaing di dunia kerja nantinya.

Di saat yang sama, ekspektasi dari keluarga dan lingkungan juga ikut membebani. Orang tua mungkin berharap melihat anaknya lulus dengan predikat terbaik dan langsung mendapatkan pekerjaan bergengsi. Tekanan ini menciptakan sebuah ilusi bahwa hidup harus berjalan sesuai rencana yang telah ditentukan, padahal realitasnya seringkali jauh lebih rumit. Kegagalan atau ketidakmampuan untuk memenuhi ekspektasi ini bisa memicu rasa cemas, merasa tidak berharga, dan mempertanyakan kembali semua pilihan yang telah diambil.

Kekosongan Identitas dan Pencarian Jati Diri

Masa remaja dan awal dua puluhan adalah periode penting dalam pencarian jati diri. Sebelum kuliah, identitas sering kali ditentukan oleh peran sebagai "siswa SMA" dengan rutinitas yang jelas. Setelah masuk kuliah, tiba-tiba ada kebebasan yang besar, tetapi juga kekosongan yang membingungkan. Pertanyaan-pertanyaan fundamental mulai muncul: "Siapa saya sebenarnya?", "Apa yang benar-benar saya inginkan dalam hidup?", dan "Apakah pilihan jurusan saya sudah benar?".

Mahasiswa sering merasa terjebak dalam dilema antara apa yang mereka nikmati dengan apa yang dianggap "logis" untuk masa depan. Banyak yang memilih jurusan karena prospek kerja, bukan karena minat. Ketika dihadapkan pada rutinitas kuliah yang tidak sesuai dengan minat pribadi, mereka mulai merasa kehilangan arah dan mempertanyakan apakah mereka berada di jalan yang tepat. Kekosongan ini diperparah oleh perbandingan sosial, terutama di media sosial, di mana semua orang tampak bahagia, sukses, dan sudah menemukan jalan mereka.

Ketidakpastian Masa Depan dan Ketakutan akan Kegagalan

Tidak ada yang lebih menakutkan bagi mahasiswa tingkat akhir selain ketidakpastian masa depan. Dunia kerja yang semakin kompetitif, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan impian, dan kondisi ekonomi yang tidak menentu, semuanya berkontribusi pada rasa cemas ini. Mahasiswa sering bertanya-tanya, "Apakah semua usaha ini akan terbayar?" atau "Bagaimana jika saya tidak bisa mendapatkan pekerjaan setelah lulus?".

Ketakutan akan kegagalan juga menjadi hantu yang menakutkan. Kegagalan tidak hanya berarti tidak mendapatkan pekerjaan, tetapi juga kegagalan dalam memenuhi ekspektasi diri sendiri dan orang lain. Ketakutan ini bisa membuat mahasiswa menjadi ragu-ragu dalam mengambil keputusan, menolak mencoba hal-hal baru, dan merasa terjebak dalam analisis berlebihan yang tidak menghasilkan apa-apa. Mereka cenderung memikirkan skenario terburuk, yang pada akhirnya hanya menambah beban mental.

Overwhelm Informasi dan Perbandingan Diri di Media Sosial

Kehadiran media sosial juga berperan besar dalam memperparah quarter life crisis. Platform-platform ini menyajikan gambaran yang tidak realistis tentang kehidupan orang lain. Mahasiswa melihat teman-teman mereka yang tampaknya sudah sukses, berlibur ke tempat-tempat indah, dan mendapat tawaran magang di perusahaan-perusahaan besar. Perbandingan yang konstan ini menciptakan rasa tidak puas dan merasa "tertinggal".

Informasi yang terlalu banyak juga bisa menimbulkan overwhelm. Ada begitu banyak pilihan karier, kursus online, dan workshop yang ditawarkan. Daripada membantu, pilihan yang terlalu banyak ini justru membuat mahasiswa merasa bingung dan sulit memutuskan. Mereka merasa harus mencoba semuanya, padahal waktu dan energi sangat terbatas. Kondisi ini membuat mereka merasa tidak pernah cukup baik atau tidak pernah melakukan cukup banyak hal.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved