Memahami Kemiskinan Struktural: Ketika Sistem yang Menjebak
Tanggal: 25 Agu 2025 23:08 wib.
Kemiskinan sering kali kita bayangkan sebagai masalah individu. Kita berpikir seseorang miskin karena malas, kurang berpendidikan, atau tidak punya keterampilan. Padahal, pandangan ini hanya menyentuh permukaan. Ada jenis kemiskinan yang jauh lebih dalam dan sulit dipecahkan, yaitu kemiskinan struktural. Ini adalah kondisi di mana kemiskinan bukan disebabkan oleh kesalahan atau pilihan pribadi, melainkan oleh sistem dan struktur sosial, politik, serta ekonomi yang ada di masyarakat. Sistem ini secara tidak adil mendistribusikan sumber daya dan kesempatan, sehingga orang-orang tertentu, tanpa memandang seberapa keras mereka bekerja, akan tetap berada dalam lingkaran kemiskinan.
Perbedaan Kemiskinan Struktural dan Kemiskinan Individu
Untuk memahami kemiskinan struktural, penting untuk membedakannya dari kemiskinan individu atau kemiskinan kultural. Kemiskinan individu fokus pada faktor-faktor personal, seperti kurangnya motivasi atau keterampilan. Sedangkan kemiskinan kultural berpendapat bahwa kemiskinan disebabkan oleh budaya atau nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya malas atau tidak punya orientasi masa depan. Kedua pandangan ini cenderung menyalahkan korban.
Sebaliknya, kemiskinan struktural melihat masalah dari sudut pandang yang lebih luas. Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan adalah hasil dari ketidaksetaraan sistem. Misalnya, kebijakan pemerintah yang lebih menguntungkan kelompok kaya, sistem pendidikan yang tidak merata, atau pasar kerja yang diskriminatif. Orang miskin di sini adalah korban dari sistem yang tidak adil, bukan pelaku dari nasib buruk mereka sendiri. Mereka bisa saja sangat gigih dan pekerja keras, namun pintu kesempatan terus tertutup di hadapan mereka.
Ciri-ciri dan Mekanisme Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural beroperasi melalui berbagai mekanisme yang saling terkait. Mengenali ciri-cirinya adalah langkah awal untuk memahami betapa rumitnya masalah ini.
Akses Terbatas terhadap Pendidikan Berkualitas: Pendidikan sering disebut sebagai kunci untuk keluar dari kemiskinan. Namun, dalam konteks struktural, akses terhadap pendidikan yang berkualitas sangat tidak merata. Anak-anak dari keluarga miskin sering kali bersekolah di fasilitas yang kurang memadai, dengan guru yang minim pelatihan, dan kurikulum yang ketinggalan zaman. Mereka mungkin tidak punya akses ke teknologi atau buku yang memadai. Akibatnya, mereka sulit bersaing di pasar kerja yang membutuhkan keterampilan tinggi, membuat siklus kemiskinan terus berulang.
Kesenjangan Akses ke Layanan Kesehatan: Layanan kesehatan yang mahal dan tidak merata juga menjadi perangkap kemiskinan struktural. Orang miskin sering kali tidak mampu membayar premi asuransi kesehatan atau biaya pengobatan yang mahal. Mereka lebih rentan terhadap penyakit yang bisa dicegah atau disembuhkan. Saat sakit, mereka tidak bisa bekerja, yang semakin mengikis pendapatan dan menjebak mereka dalam utang.
Keterbatasan Akses ke Pekerjaan Layak: Pasar kerja seringkali tidak menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup dengan upah yang layak. Banyak pekerjaan yang tersedia adalah pekerjaan kasar dengan gaji rendah, tanpa jaminan sosial, dan jam kerja yang panjang. Bahkan jika seseorang bekerja keras setiap hari, gajinya mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Di sisi lain, pekerjaan dengan gaji tinggi sering kali membutuhkan koneksi atau latar belakang pendidikan yang tidak bisa diakses oleh semua orang.
Diskriminasi Sistematis: Diskriminasi, baik berdasarkan suku, ras, gender, atau agama, dapat menjadi bagian integral dari kemiskinan struktural. Kelompok-kelompok minoritas atau marginal sering kali dihadapkan pada hambatan yang tidak dialami oleh kelompok dominan. Mereka mungkin ditolak saat melamar pekerjaan, sulit mendapatkan pinjaman, atau bahkan tidak mendapatkan perlindungan hukum yang sama, membuat mereka lebih rentan terhadap kemiskinan.
Kebijakan Publik yang Tidak Berpihak: Kebijakan pemerintah, seperti sistem perpajakan yang memberatkan kelas menengah ke bawah atau alokasi anggaran yang lebih fokus pada proyek-proyek besar yang tidak menyentuh masyarakat miskin, juga menjadi penyebab struktural kemiskinan. Kebijakan yang tidak berpihak ini seringkali diciptakan oleh orang-orang yang tidak memahami realitas hidup masyarakat miskin, sehingga solusinya pun tidak efektif.
Ketiadaan Akses ke Modal dan Aset: Untuk bisa sejahtera, orang butuh modal, baik itu modal finansial (tabungan, pinjaman) maupun aset (tanah, rumah). Namun, orang miskin sering kali sulit mendapatkan akses ke pinjaman bank karena tidak punya jaminan, dan mereka tidak punya tabungan untuk memulai usaha. Kondisi ini membuat mereka tidak punya "bantal" untuk bertahan saat ada krisis, seperti sakit atau PHK, dan membuat mereka sulit untuk meningkatkan taraf hidup.
Mengatasi Kemiskinan Struktural: Bukan Sekadar Memberi Ikan
Karena akar masalahnya adalah sistem, maka solusi untuk kemiskinan struktural juga harus bersifat sistemik. Mengatasi masalah ini tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan sosial atau "memberi ikan." Bantuan sosial memang penting untuk bertahan hidup, namun tidak mengatasi akar masalahnya.
Solusi yang diperlukan adalah reformasi struktural, seperti:
Pendidikan yang Merata: Berinvestasi besar-besaran pada pendidikan yang berkualitas di seluruh lapisan masyarakat, memastikan setiap anak punya kesempatan yang sama untuk belajar.
Kebijakan Ketenagakerjaan yang Adil: Mendorong penciptaan lapangan kerja dengan upah minimum yang layak, jaminan sosial, dan lingkungan kerja yang aman.
Perlindungan Sosial yang Komprehensif: Memperkuat sistem jaminan sosial dan kesehatan universal agar tidak ada lagi yang jatuh miskin hanya karena sakit.
Reformasi Hukum dan Kebijakan: Mengubah kebijakan yang diskriminatif dan membuat kebijakan yang lebih berpihak pada kelompok rentan.