McDonald's Islandia Tutup Permanen Imbas Boikot Israel, Benarkah?
Tanggal: 1 Nov 2024 06:33 wib.
McDonald's Corporation, sebuah perusahaan restoran cepat saji terkemuka, telah menjadi buah bibir di media sosial terkait kabar tutupnya bisnis cabang McDonald's di Islandia. Berita yang santer dikabarkan tersebut menduga bahwa tutupnya restoran ini dipicu oleh boikot anti-Israel. Berbagai unggahan di media sosial bahkan menyertakan gambar-gambar buatan AI yang menunjukkan gedung McDonald's yang rusak akibat boikot tersebut. Namun, seberapa benarkah hal ini?
Menurut laporan dari Euro News, penutupan McDonald's di Islandia tidak ada hubungannya dengan boikot publik terhadap perusahaan tersebut. Faktanya, McDonald's telah menarik diri dari bisnis di Islandia sejak 30 Oktober 2009, setelah negara tersebut menghadapi krisis keuangan yang parah pada tahun 2008.
Keputusan untuk menutup restoran ini sebagian besar dipengaruhi oleh depresiasi besar-besaran dari mata uang negara tersebut, krona, serta tingginya pajak impor yang dikenakan pada produk pangan. Hal ini menyebabkan biaya impor bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi makanan di McDonald's menjadi tidak terjangkau. Perlu diketahui bahwa McDonald's Islandia sangat bergantung pada impor daging dari Jerman, yang tentunya mahal akibat biaya impor yang tinggi.
Melansir dari BBC, McDonald's juga mengeluhkan kompleksitas operasional dalam menjalankan bisnis di negara yang terisolasi dengan populasi yang relatif kecil, hanya sekitar 300.000 jiwa. Restoran McDonald's pertama di Islandia dibuka pada tahun 1993, namun kendala-kendala operasional ini akhirnya memengaruhi daya saing bisnis mereka.
Jon Gardar Ogmundsson, pemegang waralaba McDonald's Islandia, pernah menyatakan bahwa meskipun restoran-restoran tersebut belum pernah se-sepi ini sebelumnya, namun keuntungan yang didapatkan juga tidak pernah se-rendah ini.
Tindakan McDonald's untuk menutup bisnisnya di Islandia kemudian memberikan peluang bagi rantai makanan cepat saji lokal bernama Metro, yang akhirnya menggantikan posisi McDonald's dan memasarkan produk-produk serupa dengan harga lebih terjangkau dan sumber pasokan lokal. Meskipun kini tidak ada lagi restoran McDonald's di Islandia, burger dan kentang goreng terakhir yang pernah dijual di negara tersebut dipajang sebagai koleksi di sebuah hostel di selatan.
Sebelumnya, McDonald's telah menjadi sasaran utama boikot sejak konflik Israel-Hamas pada Oktober tahun lalu. Perusahaan ini dikritik atas pemberian ribuan makanan gratis kepada tentara Israel, yang kemudian menimbulkan protes di berbagai negara, termasuk Indonesia. Akibatnya, penjualan McDonald's di Timur Tengah, Indonesia, dan Prancis merosot tajam.
Perusahaan ini bahkan terpaksa membeli kembali restorannya di Israel setelah penjualannya turun akibat boikot tersebut. Dalam menghadapi hal ini, CEO McDonald's, Chris Kempczinski, mengakui bahwa konflik di Timur Tengah berdampak signifikan pada hasil keuangan perusahaan.