Sumber foto: Google

Mana yang Lebih Penting, Grit atau IQ? Ini Penjelasan Psikolog

Tanggal: 15 Agu 2025 13:23 wib.
Sebuah unggahan di Instagram baru-baru ini mengungkapkan bahwa grit, yang diartikan sebagai perpaduan antara hasrat dan ketekunan jangka panjang, dapat memiliki peran yang lebih signifikan dalam menentukan keberhasilan seseorang daripada kecerdasan intelektual atau IQ. Dalam unggahan tersebut, dijelaskan bahwa grit bukan sekadar semangat yang muncul sesaat, melainkan kekuatan untuk melanjutkan langkah meski tanpa dukungan orang lain.“Grit = Passion + Ketekunan jangka panjang. Ini adalah sesuatu yang lebih dari sekadar semangat sesaat. Anak yang memiliki grit akan terus berusaha meskipun mereka telah gagal berkali-kali—lima kali, sepuluh kali, atau bahkan seratus kali,” ungkap pemilik akun @the********.co pada Kamis, 7 Agustus 2025. Unggahan itu juga menekankan bahwa sering kali, pendidikan formal cenderung mengajarkan rumus dan hafalan, sedangkan kehidupan nyata justru menguji kemampuan seseorang untuk bertahan setelah menghadapi berbagai kegagalan.Ketekunan pun dianggap sebagai faktor krusial dalam mencapai tujuan. Anak yang memiliki ketekunan cenderung belajar untuk menghargai proses, tidak mudah menyerah, dan mampu bangkit lagi setelah menghadapi berbagai rintangan. Namun, pertanyaannya adalah, seberapa besar pengaruh grit dibandingkan IQ dalam menentukan keberhasilan seseorang?Menurut Christine Wibowo, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Soegijapranata Semarang, baik grit maupun IQ tidak bisa dipandang secara terpisah, melainkan sebagai kombinasi yang saling melengkapi. “Grit merupakan 'kemasan baru' dari ketekunan, motivasi, dan konsistensi dari dalam diri yang memungkinkan seseorang meraih prestasi,” terang Christine dalam wawancara dengan Kompas.com pada Senin, 11 Agustus 2025.Secara etimologis, kata "grit" berasal dari bahasa Inggris yang berarti "pasir", "kerikil", atau "batu kecil", yang dalam konteks psikologis menggambarkan sifat ketahanan dan keberanian untuk terus maju meskipun menghadapi kesulitan. Christine menegaskan bahwa bagi anak-anak, baik grit maupun IQ memiliki posisi yang sama-sama penting. Orang tua dan guru perlu memahami potensi dan kecerdasan masing-masing anak, sekaligus mengajarkan nilai-nilai grit agar mereka bisa bertahan dan termotivasi dengan konsisten.Christine mengingatkan bahwa memberikan dorongan untuk mengembangkan grit tanpa memperhatikan kecerdasan anak justru dapat menimbulkan frustrasi. Contohnya, jika seorang anak tidak bisa berenang tetapi terus didorong untuk melakukannya tanpa memperhitungkan kemampuannya, mereka mungkin akan mencoba tetapi akhirnya merasa putus asa.Dia menjelaskan lebih lanjut bahwa IQ membantu dalam memahami potensi dan kemampuan kognitif anak. Sementara itu, grit berfungsi untuk menjaga semangat dan ketekunan anak dalam mencapai tujuannya. Apabila dipadukan dengan passion, kekuatan grit akan menjadi semakin kuat.Bagi orang dewasa, Christine menyoroti betapa pentingnya kombinasi IQ dan grit, terutama dalam konteks zaman sekarang yang dipenuhi kemajuan kecerdasan buatan (AI). Ia menjelaskan bahwa di era AI, kombinasi tersebut menjadi sangat dibutuhkan agar mereka tetap relevan di dunia kerja. "Pekerjaan yang tidak terkait dengan 'konsep' atau inovasi berpotensi untuk digantikan oleh teknologi AI," ujarnya.Christine menambahkan bahwa individu dengan IQ rendah cenderung kesulitan untuk bekerja di bidang-bidang yang memerlukan pemikiran konseptual, sementara pekerjaan yang terlalu teknis akan lebih rentan terhadap penggantian oleh teknologi. Oleh karena itu, penting untuk memiliki kedua atribut tersebut. "Hanya memiliki IQ yang tinggi tidaklah cukup, karena harus ada grit juga. Keduanya saling melengkapi,” tegasnya.Bagi mereka yang IQ-nya tidak tinggi, Christine menyarankan untuk mengeksplorasi minat atau kemampuan yang paling menonjol, kemudian mengembangkannya menjadi spesialisasi yang baik. "Jika seseorang memiliki bakat dalam bidang tertentu, mereka harus didorong untuk meningkatkan kemampuan tersebut," ungkapnya. Misalnya, jika ada anak yang memiliki IQ di bawah rata-rata namun memiliki kemampuan luar biasa dalam bermain basket, fokuskan upaya untuk mengasah keterampilannya agar menjadi lebih mahir.Christine menggarisbawahi bahwa sejak usia dini, individu sudah seharusnya distimulasi untuk mengembangkan kelebihan yang dimiliki. Hal ini akan membantu mereka bersaing di dunia yang semakin kompetitif akibat perkembangan teknologi. Dengan kata lain, meski individu tersebut memiliki IQ yang tidak tinggi, bukan berarti mereka tidak bisa bertahan dan berprestasi dalam dunia modern ini. Namun, usaha yang diperlukan mungkin akan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang memiliki IQ tinggi. Dengan demikian, penting bagi pendidikan dan lingkungan keluarga untuk menciptakan suasana yang mendukung pengembangan baik IQ maupun grit, sehingga anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang utuh dan berdaya saing tinggi di masa depan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved