Konsumsi Obat Cacing Perlu Disertai Indikasi Gejala, Bukan Sembarangan
Tanggal: 23 Agu 2025 15:10 wib.
Penggunaan obat cacing memang penting dalam penanganan infeksi parasit, namun tidak boleh dilakukan sembarangan. Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Riyadi, SpA, Subsp. IPT(K), MKes, menekankan bahwa baik anak-anak maupun orang dewasa sebaiknya hanya mengonsumsi obat cacing jika sudah ada indikasi atau gejala infeksi cacing, serta tetap dengan arahan tenaga medis.
“Kalau memang ada gejala, ada indikasi tentu boleh. Tapi jangan lupa, namanya minum obat itu harus dengan saran dokter. Obat cacing itu seperti antibiotik, dia antimikroba, jadi tidak boleh digunakan secara berlebihan,” ujar Riyadi dalam sebuah webinar di Jakarta.
Meski efek samping obat cacing umumnya tidak signifikan, konsumsi berlebihan tetap bisa menimbulkan masalah bagi tubuh. Itulah sebabnya, konsultasi medis sebelum minum obat cacing sangat disarankan. Beberapa gejala yang perlu diwaspadai sebagai tanda infeksi cacing di antaranya batuk yang menyerupai gejala infeksi paru-paru, mual, penurunan nafsu makan, sulit buang air besar, serta peningkatan kadar eosinofil dalam darah.
Saat ini, obat cacing yang umum digunakan adalah Albendazol, Mebendazol, dan Pirantel Pamoat. Ketiganya bisa dipakai untuk mengatasi berbagai jenis infeksi cacing, mulai dari cacing pita, cacing gelang, hingga cacing isap. WHO merekomendasikan dosis Albendazol sebesar 200 miligram untuk anak usia 12–24 bulan, dan 400 miligram untuk anak usia di atas dua tahun maupun orang dewasa, dalam dosis tunggal. Untuk Mebendazol, dosis tunggal 500 miligram bisa diberikan pada anak di atas dua tahun dan orang dewasa. Sedangkan untuk bayi di bawah satu tahun, pilihan yang tersedia adalah Pirantel Pamoat dengan dosis 10–11 miligram per kilogram berat badan, dengan batas maksimal 1 gram.
Obat cacing sebaiknya dikonsumsi saat perut kosong agar penyerapannya lebih optimal. Selain berdasarkan gejala, pemberian obat cacing juga dianjurkan bagi anak-anak yang tinggal di daerah dengan prevalensi kecacingan tinggi, yaitu di atas 20 persen. Dalam kondisi tersebut, WHO dan Kementerian Kesehatan merekomendasikan adanya Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) kecacingan satu hingga dua kali setahun bagi anak usia prasekolah dan sekolah.
Secara global, kecacingan masih menjadi masalah besar. WHO mencatat pada 2023 sebanyak 1,5 miliar orang terinfeksi cacing, terutama jenis yang penularannya melalui tanah. Di Indonesia, perhatian publik kembali tertuju pada kasus tragis di Sukabumi pada Juli 2025, ketika seorang anak berusia empat tahun meninggal dunia dengan cacing seberat hampir satu kilogram ditemukan di dalam tubuhnya hingga menjalar ke otak.
Kasus ini menegaskan bahwa kecacingan bukanlah masalah ringan. Pencegahan tetap menjadi kunci, mulai dari perilaku hidup bersih dan sehat, akses sanitasi layak, edukasi kebersihan sejak dini, hingga pengobatan yang tepat sasaran sesuai indikasi medis.