Sumber foto: Canva

Kenapa Seseorang Bisa Mudah Tersinggung?

Tanggal: 15 Jul 2025 12:27 wib.
Pernah merasa ucapan atau tindakan kecil dari orang lain langsung menusuk hati? Rasanya seperti kulit tipis yang gampang lecet, padahal mungkin maksudnya tidak seburuk itu. Kondisi mudah tersinggung ini umum terjadi pada banyak orang dan bisa mengganggu hubungan sosial serta kesejahteraan emosional. Ini bukan sekadar sifat bawaan, melainkan hasil dari berbagai faktor yang saling berkaitan, mulai dari pengalaman pribadi hingga kondisi mental saat itu. Memahami akar masalahnya bisa jadi langkah awal untuk mengelola emosi dan bereaksi lebih bijak.

Perasaan Harga Diri yang Rapuh

Salah satu alasan paling umum seseorang mudah tersinggung adalah perasaan harga diri yang rapuh atau rendah. Saat seseorang merasa tidak aman dengan dirinya sendiri, komentar atau kritik sekecil apa pun, bahkan yang bermaksud membangun, bisa terasa seperti serangan langsung terhadap nilai diri. Pikiran cenderung langsung menerjemahkan ucapan netral menjadi konfirmasi atas ketidaksempurnaan atau kelemahan yang sudah ia rasakan.

Misalnya, jika seseorang merasa dirinya kurang pintar, lalu ada komentar tentang "kesalahan kecil" dalam pekerjaan, ia mungkin langsung menganggap itu sebagai bukti kegagalan diri, padahal mungkin konteksnya hanya koreksi biasa. Otak akan otomatis mencari validasi atas keraguan diri yang sudah ada, membuat mudah bereaksi negatif terhadap umpan balik yang tidak sempurna. Membangun harga diri yang lebih kokoh adalah kunci untuk tidak mudah goyah oleh pandangan eksternal.

Pengalaman Buruk di Masa Lalu

Luka lama dari pengalaman negatif, terutama yang melibatkan penolakan, kritik berlebihan, atau pengkhianatan, juga bisa menjadi pemicu seseorang mudah tersinggung. Otak kita punya memori emosional. Jika seseorang pernah dikecewakan atau dilukai di masa lalu, respons fight-or-flight bisa aktif kembali saat menghadapi situasi yang mirip, meskipun tidak identik.

Sensitivitas ini bisa jadi mekanisme pertahanan diri yang terbentuk secara tidak sadar. Tujuannya mungkin untuk mencegah sakit hati terulang, tetapi justru membuat individu terlalu waspada dan bereaksi berlebihan pada hal-hal kecil. Komentar yang tidak berbahaya pun bisa memicu flashback emosional, membuat reaksi terasa jauh lebih intens daripada yang seharusnya. Memproses dan menyembuhkan luka masa lalu adalah langkah penting untuk mengurangi sensitivitas ini.

Tingkat Stres dan Kelelahan Emosional

Kondisi fisik dan mental juga sangat memengaruhi tingkat sensitivitas seseorang. Ketika seseorang sedang stres berat, kelelahan, atau kurang tidur, ambang batas toleransi emosinya menjadi sangat rendah. Pikiran dan tubuh sudah terlalu lelah untuk memproses informasi dengan tenang atau memberikan respons yang rasional. Ibaratnya baterai sudah tipis, sedikit saja sentuhan langsung mati.

Dalam kondisi ini, bahkan hal-hal sepele pun bisa memicu ledakan emosi atau perasaan tersinggung yang mendalam. Kemampuan untuk mengelola emosi dan menjaga perspektif menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu, menjaga kesehatan mental dan fisik melalui istirahat cukup, manajemen stres, dan nutrisi baik adalah vital untuk menjaga stabilitas emosi.

Pola Pikir Perfeksionis dan Ekspektasi Tinggi

Orang yang memiliki pola pikir perfeksionis atau ekspektasi sangat tinggi terhadap diri sendiri maupun orang lain seringkali lebih mudah tersinggung. Mereka menginginkan segalanya berjalan sempurna dan sangat tidak toleran terhadap kesalahan atau kekurangan. Ketika realitas tidak sesuai dengan ekspektasi ideal mereka, baik dari kinerja diri sendiri maupun perilaku orang lain, rasa kecewa dan kemarahan bisa muncul dengan cepat.

Kritik, bahkan yang konstruktif, bisa dianggap sebagai bukti kegagalan mereka untuk mencapai standar sempurna. Demikian pula, jika orang lain tidak bertindak sesuai "standar" mereka, itu bisa memicu rasa tersinggung karena ekspektasi tidak terpenuhi. Belajar menerima ketidaksempurnaan, baik dari diri sendiri maupun orang lain, adalah langkah penting untuk mengurangi beban emosional ini.

Kurangnya Kemampuan Komunikasi Efektif

Terkadang, mudah tersinggung bukan hanya karena masalah internal, tetapi juga karena kurangnya kemampuan komunikasi yang efektif, baik dari sisi pemberi maupun penerima pesan. Salah tafsir seringkali terjadi karena intonasi yang tidak pas, pilihan kata yang ambigu, atau kurangnya kejelasan maksud.

Jika seseorang tidak terbiasa mengklarifikasi atau bertanya balik saat merasa tersinggung, ia mungkin langsung mengambil kesimpulan negatif. Demikian pula, jika seseorang tidak mampu menyampaikan perasaannya dengan asertif, rasa tersinggung itu bisa menumpuk dan menjadi bom waktu. Belajar untuk mengomunikasikan perasaan secara terbuka dan efektif, serta berusaha memahami niat di balik ucapan orang lain, dapat sangat membantu mengurangi salah paham dan perasaan tersinggung. Ini tentang menciptakan jembatan komunikasi, bukan membangun tembok penghalang emosional.

Sensitivitas berlebihan atau mudah tersinggung adalah sinyal dari kondisi batin yang perlu diperhatikan. Bukan hanya tentang bagaimana orang lain bertindak, tapi lebih pada bagaimana individu memproses dan merespons. 
Copyright © Tampang.com
All rights reserved