Sumber foto: iStock

Kenapa Orang Barat Cebok Pakai Tisu? Ini Rahasia Sejarah dan Ilmiah di Baliknya!

Tanggal: 4 Jun 2025 10:24 wib.
Pernahkah kamu bertanya-tanya, kenapa masyarakat Barat umumnya cebok menggunakan tisu dan bukan air seperti yang biasa dilakukan di Indonesia dan negara Timur lainnya? Meskipun terkesan sepele, perbedaan cara membersihkan diri setelah buang air besar ini ternyata punya latar sejarah, budaya, hingga faktor geografis yang cukup menarik untuk dikulik.

Secara garis besar, dunia seolah terbagi menjadi dua kubu dalam hal urusan toilet: mereka yang menggunakan air dan mereka yang memakai tisu. Masyarakat Timur seperti di Indonesia, India, dan negara-negara Timur Tengah cenderung membersihkan diri dengan air, sedangkan masyarakat Barat atau wilayah beriklim dingin lebih memilih tisu sebagai alat utama untuk cebok.

Menilik kembali ke masa lalu, ternyata praktik membersihkan diri setelah buang hajat sudah berlangsung sejak ribuan tahun lalu. Namun, tentu saja belum ada tisu seperti sekarang. Setiap budaya memiliki caranya sendiri berdasarkan iklim dan ketersediaan sumber daya alam. Sebagai contoh, masyarakat Romawi pada abad ke-6 SM menggunakan batu untuk membersihkan kotoran. Di sisi lain, penduduk Timur Tengah sejak dahulu memakai air karena sesuai dengan ajaran agama yang mereka anut.

Sebuah studi berjudul "Toilet Hygiene in the Classical Era" (2012) menyebut bahwa sebenarnya penggunaan tisu toilet bukan berasal dari Barat. Justru, penemuan awal tisu untuk kebutuhan kebersihan datang dari Tiongkok. Sebagai bangsa yang juga pertama kali menemukan kertas, masyarakat China mengembangkan tisu sebagai alat bantu membersihkan diri sejak lama, jauh sebelum tisu dikenal luas di Eropa.

Jejak penggunaan tisu toilet di dunia Barat baru tercatat pada abad ke-16, ketika seorang sastrawan asal Prancis bernama Francois Rabelais menyebut tisu dalam salah satu karyanya. Menariknya, Rabelais saat itu menyatakan bahwa tisu sebenarnya tidak efektif untuk membersihkan kotoran setelah buang air besar.

Namun, pertanyaannya kemudian: jika tisu dianggap tidak efektif, mengapa tetap digunakan luas di Barat? Salah satu penjelasan paling masuk akal datang dari faktor iklim. Negara-negara Barat, terutama yang beriklim dingin, memiliki suhu rendah yang membuat penggunaan air terasa tidak nyaman, bahkan bisa membuat tubuh menggigil. Oleh karena itu, banyak orang di sana yang lebih memilih tisu sebagai cara praktis dan ‘hangat’ untuk membersihkan diri. Sebaliknya, masyarakat di wilayah tropis merasa tidak lengkap jika tidak menggunakan air, karena air justru memberikan sensasi segar.

Situs Buzz Feed menyebutkan bahwa cuaca dingin membuat masyarakat Barat cenderung menghindari kontak langsung dengan air, termasuk untuk mandi dan cebok. Jadi, penggunaan tisu bukan hanya soal budaya, tetapi juga adaptasi terhadap lingkungan.

Faktor keagamaan juga tidak bisa diabaikan. Dalam Islam, Hindu, dan beberapa ajaran agama Timur lainnya, kebersihan setelah buang air besar dianggap sangat penting dan dianjurkan menggunakan air. Inilah sebabnya masyarakat dari budaya-budaya tersebut cenderung merasa tidak bersih jika hanya menggunakan tisu.

CNN International mencatat bahwa tren penggunaan tisu toilet di Barat melonjak seiring berkembangnya industri tisu, terutama setelah inovasi tisu gulung diperkenalkan pada tahun 1890. Sejak saat itu, tisu toilet menjadi barang kebutuhan sehari-hari di banyak rumah tangga, dan lama-lama menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Barat.

Namun, bukan hanya faktor iklim dan budaya yang memengaruhi kebiasaan ini. Pola makan juga memainkan peran penting. Masyarakat Barat biasanya mengonsumsi makanan rendah serat, seperti daging, keju, dan makanan olahan. Pola makan ini menghasilkan tinja yang lebih padat dan kering, sehingga cukup dibersihkan dengan tisu. Sebaliknya, masyarakat di Asia, Afrika, dan beberapa bagian Eropa lebih banyak makan sayur dan buah yang tinggi serat, yang menyebabkan kotoran cenderung lebih lunak dan lembap. Dalam kondisi seperti ini, membersihkan diri dengan air menjadi pilihan paling efektif.

Meskipun tisu menjadi pilihan utama di negara-negara Barat, studi medis dan riset kebersihan telah menunjukkan bahwa membersihkan diri menggunakan air lebih higienis. Air lebih mampu menghilangkan sisa kotoran dan bakteri daripada tisu. Bahkan, beberapa ahli kesehatan menyarankan penggunaan bidet—semacam pancuran air untuk toilet—karena lebih ramah lingkungan dan menyehatkan.

Sayangnya, kebiasaan turun-temurun dan faktor kebudayaan membuat tisu tetap menjadi standar di dunia Barat. Budaya ini sudah tertanam kuat dan diwariskan dari generasi ke generasi, sehingga sulit diubah meskipun ada fakta ilmiah yang menunjukkan bahwa air lebih bersih.

Pada akhirnya, perbedaan cara cebok ini adalah cerminan dari perbedaan budaya, lingkungan, agama, dan teknologi. Tidak ada yang sepenuhnya benar atau salah, karena semuanya lahir dari kebiasaan yang telah berlangsung lama.

Jadi, kalau kamu pernah heran kenapa orang bule cuma pakai tisu, jawabannya bukan karena mereka malas, tapi karena budaya dan kondisi geografis mereka membentuk kebiasaan tersebut sejak dulu. Meski begitu, seiring meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan kebersihan, bukan tidak mungkin tren cebok dengan air akan semakin diterima secara global di masa depan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved