Sumber foto: iStock

Kenapa Gen Z Mulai Tinggalkan Smartphone? Tren Ponsel Jadul Bangkit di Tengah Lesunya Pasar HP Mahal

Tanggal: 13 Apr 2025 14:05 wib.
Di tengah era digital yang semakin canggih, muncul fenomena mengejutkan dari kalangan generasi muda. Generasi Z, atau yang sering disebut Gen Z, mulai menunjukkan kejenuhan terhadap penggunaan smartphone. Tren ini terlihat dari meningkatnya minat mereka terhadap ponsel jadul alias feature phone, yang fungsinya sangat terbatas dibandingkan smartphone modern.

Salah satu tokoh yang aktif mengangkat fenomena ini adalah Jose Briones, seorang influencer yang dikenal mempromosikan gaya hidup minimalis melalui penggunaan dumb phone atau ponsel sederhana. Dalam wawancaranya yang dikutip oleh CNBC International, Briones menyebut bahwa sebagian besar Gen Z kini merasa lelah dengan kehadiran layar digital yang terus-menerus mendominasi hidup mereka.

"Saya pikir Anda bisa melihatnya dengan populasi Gen Z tertentu – mereka mulai bosan dengan layar smartphone," ujarnya. Baginya, ada kebutuhan untuk kembali pada hal-hal yang lebih sederhana, di mana teknologi tidak selalu harus menyita perhatian secara konstan.

Fenomena ini mulai terlihat sejak beberapa tahun terakhir di Amerika Serikat, dan kini semakin mencuat. Banyak Gen Z yang merasa teknologi modern, meski bermanfaat, justru membuat mereka mudah terdistraksi, stres, dan kehilangan fokus dalam kehidupan nyata.

Salah satu perusahaan yang kecipratan berkah dari tren ini adalah HMD Global, pemegang lisensi merek ponsel legendaris Nokia. HMD meraup keuntungan signifikan karena produk-produk ponsel klasik mereka — seperti yang populer di awal 2000-an — kembali diminati oleh pasar anak muda, terutama Gen Z yang ingin “detoks digital”.

Berdasarkan data, penjualan feature phone di Amerika Serikat melonjak drastis pada tahun 2022, mencapai puluhan ribu unit setiap bulan. Uniknya, peningkatan ini terjadi justru saat tren global menunjukkan penurunan dalam penjualan ponsel secara keseluruhan.

Namun perlu dicatat, pasar utama untuk feature phone masih didominasi oleh wilayah seperti Timur Tengah, Afrika, dan India. Data dari Counterpoint Research menunjukkan bahwa pada tahun lalu, sekitar 80% pasar feature phone global berasal dari kawasan tersebut.

Sementara itu, situasi di Indonesia memperlihatkan dinamika yang tak kalah menarik. Pasar smartphone di tanah air mengalami penurunan tajam dalam beberapa tahun terakhir akibat melemahnya daya beli masyarakat. Laporan dari IDC melalui Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker mencatat bahwa pengiriman unit smartphone di Indonesia turun 14,3% pada tahun 2023, hanya mencapai angka 35 juta unit.

Namun, keadaan mulai berbalik arah sepanjang tahun 2024. Indonesia mencatat pertumbuhan pasar smartphone sebesar 15,5% secara tahunan (year-on-year/YoY), dengan total hampir mencapai 40 juta unit. Pemulihan ini menjadi sinyal positif bagi pelaku industri yang sebelumnya mengalami tekanan akibat pandemi dan penurunan daya beli.

Pertumbuhan ini utamanya didorong oleh lonjakan di segmen ultra low-end, yakni ponsel dengan harga di bawah Rp 1,6 juta. Transsion, merek yang semakin populer di Indonesia, memimpin segmen ini dengan berbagai produk terjangkau yang menyasar konsumen menengah ke bawah.

Segmen kelas menengah, yang terdiri dari ponsel dengan rentang harga antara Rp 3,2 juta hingga Rp 9,8 juta, juga menunjukkan perkembangan yang solid dengan pertumbuhan mencapai 24,9% YoY. Di sini, OPPO menjadi pemimpin pasar berkat strategi distribusi dan pemasaran yang agresif.

Sebaliknya, smartphone kelas atas justru mengalami penurunan signifikan. Ponsel dengan harga di atas Rp 10 juta mengalami kontraksi sebesar 9,2%. Penurunan ini sebagian besar dipicu oleh pelarangan penjualan iPhone 16 pada kuartal keempat 2024, yang tentunya memukul segmen premium cukup keras.

Meski begitu, ada kabar baik di sisi teknologi jaringan. Pangsa pasar ponsel dengan dukungan 5G meningkat secara signifikan. Jika pada 2023 hanya 17,1% dari pasar yang menggunakan 5G, maka pada 2024 angkanya melonjak menjadi 25,8%. Peningkatan ini didorong oleh peluncuran model-model baru yang menawarkan konektivitas 5G dengan harga lebih terjangkau, serta makin meluasnya jangkauan jaringan 5G di berbagai wilayah Indonesia.

Tren ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia kini mulai bertransisi menuju teknologi yang lebih modern, meski tetap sensitif terhadap harga.

Kembali ke topik Gen Z, fenomena mundurnya generasi ini dari dominasi smartphone sebenarnya tidak bisa dianggap remeh. Dalam era digital yang serba cepat, keinginan untuk hidup lebih sederhana dan bebas dari ketergantungan teknologi justru menciptakan peluang bisnis baru. Pasar ponsel jadul, yang semula dianggap mati suri, kini kembali menemukan momentumnya.

Pengamat teknologi menyebut tren ini sebagai bentuk “digital rebellion” — perlawanan terhadap dominasi layar dalam kehidupan sehari-hari. Gen Z sebagai generasi yang lahir dan besar dengan internet justru mulai mempertanyakan peran teknologi dalam hidup mereka, dan memilih untuk memutuskan koneksi sejenak agar bisa lebih terhubung dengan dunia nyata.

Bagi pelaku industri, ini adalah alarm penting untuk lebih memahami dinamika pasar yang terus berubah. Bukan hanya sekadar inovasi teknologi, namun juga bagaimana produk mereka dapat menyesuaikan dengan kebutuhan emosional dan gaya hidup konsumen.

Ke depan, bisa jadi kita akan melihat lebih banyak ponsel sederhana dengan fitur terbatas namun tampil lebih stylish, personal, dan membawa nilai “slow tech” — teknologi yang tidak menguasai hidup, tetapi justru mendukung keseimbangan dan kebahagiaan penggunanya.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved