Kelakuan Tamu Hotel yang Bikin Geleng-Geleng: Boleh Nyaman, Tapi Jangan Kebablasan!
Tanggal: 30 Jun 2025 10:13 wib.
Di balik kemewahan dan kenyamanan industri perhotelan, ternyata ada dilema yang jarang diketahui publik. Hotel-hotel di seluruh dunia berupaya keras menciptakan suasana yang nyaman dan ramah bagi para tamu, namun tidak jarang kenyamanan ini justru disalahartikan hingga melahirkan perilaku-perilaku yang dianggap tidak pantas.
Menurut laporan dari CNBC International yang merujuk pada survei Hotels.com dan data Expedia, sejumlah perilaku tamu hotel belakangan ini menimbulkan keresahan tersendiri. Di satu sisi, hotel ingin tamu merasa "seperti di rumah sendiri," namun di sisi lain batasan etiket dan norma tetap diperlukan agar kenyamanan bersama tetap terjaga.
Perilaku Tamu yang Dianggap Mengganggu
Salah satu perilaku yang paling banyak dikeluhkan adalah berjalan tanpa alas kaki di area publik hotel, termasuk lobi dan ruang makan. Sebanyak 94% responden survei menyebut tindakan ini tidak pantas dan mengganggu kenyamanan.
Di urutan kedua, memakai jubah mandi hotel di lobi dinilai kurang sopan oleh 92% responden. Sedangkan tindakan mesra di kolam renang, seperti berpelukan atau berciuman, juga masuk dalam daftar perilaku yang membuat tamu lain merasa tak nyaman—86% responden menyebutnya tidak pantas.
Tingkah seperti ini menempatkan pihak hotel pada posisi sulit: antara menjaga citra ramah dan inklusif, namun tetap menjaga norma dan etika publik.
Pendekatan Hotel: Halus Tapi Tegas
Alih-alih bersikap keras, banyak hotel memilih pendekatan yang lebih halus dan komunikatif. Reem Arbid, pendiri The Blue Door Kitchen & Inn, menjelaskan bahwa staf hotel yang bersikap santun dan bijaksana bisa menjadi teladan yang akan diikuti para tamu.
Arbid menekankan bahwa memberi contoh secara sopan dan menggunakan isyarat lembut akan lebih efektif dibanding konfrontasi langsung. Misalnya, dengan memberikan panduan etiket melalui email sebelum kedatangan tamu, atau mengingatkan secara sopan saat check-in.
Ariel Barrionuevo, Managing Director La Coralina Island House di Panama, juga menyebutkan bahwa di tempat-tempat mewah, muncul di area umum seperti ruang santai dengan piyama atau tanpa alas kaki bisa dianggap tidak menghormati tamu lain. Namun, bukan berarti semua perilaku tersebut disikapi secara kaku. Fleksibilitas dengan tetap menjaga norma sosial adalah kunci.
Suara dari Berbagai Pelaku Industri
Manajer umum Kilkea Castle di Irlandia, Aidan O'Sullivan, menjelaskan bahwa di propertinya, tamu diharapkan memakai sepatu dan kemeja saat makan di restoran. Meski demikian, aturan ini tidak diterapkan secara ekstrem—kebanyakan tamu sudah memahami etika dasar berpakaian di ruang publik.
Bahkan untuk area lapangan golf, hotel ini menetapkan standar lebih ketat, seperti melarang penggunaan pakaian olahraga dan kemeja tanpa kerah. Hal ini bukan sekadar menjaga estetika, tapi juga menciptakan suasana yang setara dan saling menghormati antar pengguna fasilitas.
Namun, tidak semua pelaku industri memiliki pendekatan konservatif. Sam Jagger, Managing Director The Maybourne Beverly Hills, justru mengadopsi pendekatan modern. Hotelnya menyambut tamu dari berbagai kalangan dengan segala ekspresi individualitas mereka—baik itu anak-anak di kolam renang, piyama saat sarapan, atau hewan peliharaan di tempat tidur.
Menurutnya, yang lebih penting adalah rasa hormat terhadap sesama tamu, bukan seberapa formal penampilan seseorang.
Etika Modern dan Tantangan Baru
Mary D'Argenis-Fernandez dari MDA Hospitality Solutions menilai bahwa standar berpakaian ketat sudah mulai ditinggalkan. Namun, perilaku agresif dan kemarahan yang diarahkan pada staf atau sesama tamu menjadi masalah yang lebih memprihatinkan.
Ia menyebutkan bahwa staf hotel sering kali harus meredakan situasi tegang secara halus, misalnya dengan memindahkan konflik ke area privat agar tidak mengganggu kenyamanan umum.
Cassandra Wheeler dari Hilton juga mengakui bahwa dalam beberapa kasus, staf justru dicap "polisi kesopanan" hanya karena menegakkan aturan dasar. Ini menunjukkan betapa menantangnya menjaga keseimbangan antara pelayanan pelanggan dan menjaga ketertiban umum.
Kursi Kolam Renang: Masalah Sepele yang Jadi Isu Serius
Survei juga menyoroti perilaku tamu yang memesan kursi kolam renang secara berlebihan. Sekitar 60% responden merasa terganggu oleh tamu yang menaruh barang di banyak kursi untuk "mengamankan tempat", padahal belum tentu digunakan.
Beberapa hotel kini mengatur ulang kebijakan terkait hal ini. Contohnya, Marriott’s Maui Ocean Club di Hawaii hanya memperbolehkan pemesanan satu kursi ekstra per tamu. Sedangkan George Beach Hotel & Spa Resort di Siprus memberikan alokasi kursi berjemur secara langsung saat tamu check-in.
Kebijakan ini terbukti efektif dalam mencegah praktik monopoli fasilitas dan menciptakan suasana lebih adil di area kolam.
Kesimpulan: Boleh Santai, Tapi Tetap Sopan
Hotel memang dirancang untuk membuat tamu merasa rileks, namun bukan berarti segala hal bisa dilakukan tanpa batas. Menjaga kenyamanan pribadi harus tetap memperhatikan kenyamanan orang lain. Dengan memahami batasan etika dasar, kita bisa sama-sama menciptakan suasana yang menyenangkan, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga untuk sesama tamu dan staf hotel.
Bagi pihak hotel, tantangan menjaga kesopanan tanpa mengorbankan kenyamanan menjadi pekerjaan yang membutuhkan empati, kreativitas, dan komunikasi yang bijak. Industri perhotelan modern tidak lagi hanya tentang pelayanan sempurna, tapi juga menciptakan lingkungan sosial yang inklusif, sopan, dan menyenangkan untuk semua.