Jangan Anggap Sepele 'Cuma Bercanda' yang Menyakitkan
Tanggal: 28 Mei 2025 11:29 wib.
Siapa sih yang nggak suka ketawa? Bercanda itu memang bikin suasana jadi cair, bikin kita lebih akrab sama teman, dan bisa jadi pelepas stres. Tapi, pernah nggak sih kamu dengar seseorang melontarkan perkataan yang bikin sakit hati, lalu dengan santainya dia bilang, "Yah, namanya juga cuma bercanda"? Nah, kalau itu yang terjadi, hati-hati! Karena 'cuma bercanda' yang menyakitkan itu bukan lagi candaan, tapi bisa jadi bentuk kekerasan verbal yang dampaknya bisa sangat serius.
Seringkali, orang yang melontarkan "candaan" semacam ini merasa punya hak untuk berkata apa saja karena itu dianggap humor. Mereka mungkin nggak sadar (atau pura-pura nggak sadar) kalau kata-kata itu bisa mengikis kepercayaan diri orang lain, meninggalkan luka yang dalam, bahkan sampai membuat seseorang jadi takut untuk mengekspresikan diri. Ini bukan soal baperan atau tidak, tapi soal etika komunikasi dan rasa hormat terhadap perasaan orang lain.
Coba deh bayangin skenarionya. Kamu punya teman yang selalu jadi bahan olok-olokan di grup. Setiap kali dia bicara, selalu ada saja yang menimpali dengan ledekan tentang fisik, penampilan, atau bahkan kemampuannya. Saat teman itu mulai kelihatan murung atau nggak nyaman, para pelakunya bilang, "Yah, kok baper sih? Kan cuma bercanda." Padahal, di balik senyum paksa atau tawa hambar, temanmu itu mungkin sudah merasa sangat terluka, malu, dan tidak dihargai. Ini adalah bentuk bullying verbal yang dibungkus dengan alasan "candaan".
Dampak dari kekerasan verbal berkedok candaan ini nggak main-main. Korban bisa mengalami penurunan kepercayaan diri yang drastis, jadi cemas, depresi, menarik diri dari pergaulan, bahkan sampai merasa tidak berharga. Lingkungan yang seharusnya jadi tempat aman dan nyaman untuk berinteraksi malah jadi tempat yang menakutkan. Batas humor itu jelas, yaitu ketika candaan itu sudah mulai merendahkan, menghina, atau menyakiti perasaan orang lain. Kalau sudah begitu, itu bukan candaan lagi, tapi sudah masuk kategori bullying.
Ironisnya, orang yang melakukan ini seringkali nggak merasa bersalah. Mereka punya dalih "cuma bercanda", "kamu terlalu sensitif", atau "kami kan sudah kenal lama jadi wajar saja". Padahal, pertemanan atau kedekatan itu seharusnya membuat kita makin saling menghargai dan melindungi, bukan malah jadi alasan untuk bisa melontarkan kata-kata menyakitkan sesuka hati.
Terus, gimana dong caranya biar kita nggak jadi pelaku atau korban dari 'candaan' yang menyakitkan ini? Pertama, sadari bahwa kata itu berarti. Setiap perkataan yang keluar dari mulut kita punya kekuatan untuk membangun atau menghancurkan. Pikirkan dulu sebelum bicara, apalagi kalau mau melontarkan lelucon. Apakah itu akan menyakiti perasaan orang lain? Apakah itu merendahkan? Kalau jawabannya 'ya', mending jangan diucapkan.
Kedua, bagi para korban, stop bullying itu dimulai dari diri sendiri. Jangan takut untuk menyampaikan kalau kamu merasa tidak nyaman atau tersakiti. Kamu punya hak untuk punya batasan. Kamu bisa bilang dengan tegas, "Maaf, itu tidak lucu bagiku," atau "Aku tidak nyaman dengan candaan seperti itu." Mungkin awalnya sulit, tapi ini penting untuk menjaga harga dirimu.
Ketiga, bagi para saksi, jangan diam saja. Kalau kamu melihat ada temanmu yang jadi korban 'candaan' menyakitkan, coba deh ikut membela atau setidaknya menegur pelakunya. Lingkungan pertemanan yang sehat itu dibentuk oleh kepedulian dan keberanian untuk menegakkan etika komunikasi yang baik.
Terakhir, mari kita promosikan bercanda sehat. Bercanda itu seharusnya menghibur, mendekatkan, dan menciptakan tawa yang tulus, bukan tawa di atas penderitaan orang lain. Kunci dari candaan yang baik adalah empati dan rasa hormat. Kalau kita bisa menempatkan diri di posisi orang lain dan berpikir bagaimana perasaan mereka jika mendengar candaan kita, pasti kita akan lebih bijak dalam memilih kata-kata.