Jago Banget Menilai Orang Tapi Susah Banget Kenal Diri Sendiri
Tanggal: 7 Mei 2025 20:54 wib.
Tampang.com | Terkadang dalam obrolan ringan bareng teman, kita bisa langsung bilang, “Dia tuh kayaknya ambis,” atau “Duh, vibes-nya nggak enak deh.” Seakan-akan, kita punya radar sosial yang sensitif banget buat baca orang. Tapi anehnya, waktu diminta jawab: “Menurut kamu, kamu tuh orang yang kayak gimana?” tiba-tiba kita jadi bingung, bahkan speechless.
Itu bukan hal aneh, kok. Banyak dari kita yang tanpa sadar jago menganalisis orang lain, tapi kurang terbiasa membedah diri sendiri. Menilai orang rasanya jauh lebih mudah karena kita cuma melihat dari luar. Dari cara mereka berbicara, berpakaian, atau bersikap. Sedangkan mengenal diri sendiri butuh keberanian untuk masuk ke bagian yang sering kali nggak nyaman: luka lama, pola pikir yang salah, atau kebiasaan yang nggak mau kita akui.
Kadang, kita juga terlalu sibuk mencari tahu siapa yang cocok sama kita, siapa yang pantas dijauhi, siapa yang bisa dipercaya—tapi lupa nanya, “Kita sendiri tuh orang kayak gimana sih dalam hubungan?” Apakah kita juga pernah menyakiti orang tanpa sadar? Apakah kita terlalu banyak menuntut dari orang lain tanpa ngaca bahwa kita pun nggak selalu memberi?
Mengenal diri sendiri butuh waktu dan kesediaan buat jujur sama hal-hal yang nggak enak. Misalnya, mengakui bahwa kita gampang iri, atau sebenarnya kurang percaya diri meski kelihatannya santai. Dan jujur, ini lebih berat daripada sekadar ngomentarin sikap orang lain di media sosial.
Salah satu alasannya bisa jadi karena sejak kecil kita nggak banyak diajari untuk refleksi. Kita diminta berprestasi, jadi anak baik, sopan, dan patuh—tapi nggak diajak ngobrol tentang emosi kita sendiri. Jadi wajar kalau sekarang, ketika hidup makin kompleks, kita agak canggung mengenali isi kepala dan hati kita sendiri.
Padahal, kalau kita bisa mengenal diri sendiri lebih dalam, hidup rasanya jadi lebih ringan. Kita nggak gampang terbawa emosi orang lain, nggak gampang iri saat orang lain sukses, dan tahu kapan harus berhenti sebelum capek. Kita jadi tahu batas, tahu cara sayang ke diri sendiri, dan tahu mana yang bener-bener kita mau, bukan cuma ikut-ikutan.
Self-awareness itu bukan proses instan. Tapi bisa dimulai dari hal kecil: catat perasaan setiap malam sebelum tidur, jujur saat sedang marah atau kecewa, atau tanya ke diri sendiri, “Kenapa aku bereaksi seperti itu tadi?” Bukan buat menyalahkan, tapi buat belajar. Karena semakin kita paham diri sendiri, semakin kecil kebutuhan kita buat mengatur atau menghakimi hidup orang lain.
Jadi, sebelum sibuk menilai siapa yang toxic, siapa yang drama, siapa yang nyebelin—coba ajak diri sendiri duduk sebentar. Tanyakan, “Aku udah benar-benar kenal sama diriku belum?” Mungkin jawabannya belum, dan itu nggak apa-apa. Karena proses mengenal diri itu bukan tujuan akhir, tapi perjalanan panjang yang layak dijalani.
Dan siapa tahu, saat kita lebih akrab sama diri sendiri, kita juga jadi lebih bijak menilai orang lain. Nggak asal cap, nggak buru-buru menjauh, tapi bisa lihat dari sisi yang lebih dalam. Karena mengenal orang lain dimulai dari keberanian untuk mengenal diri sendiri dulu.