Hati-hati, Penipuan CS Palsu Marak: Lindungi Data Pribadi Anda
Tanggal: 21 Jul 2025 10:45 wib.
Di era digital ini, perlindungan terhadap data pribadi menjadi sangat penting. Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS) baru-baru ini mengeluarkan peringatan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menjaga keamanan informasi pribadi di tengah meningkatnya kasus penipuan yang berkedok layanan pelanggan palsu. Kasus-kasus ini semakin marak dan menuntut perhatian lebih dari semua pihak.
Ketua Komite Tetap Kewaspadaan Keamanan Siber APTIKNAS yang bernama Alfons Tanujaya menekankan pentingnya memverifikasi nomor layanan pelanggan sebelum menghubungi mereka. Alfons mengingatkan agar masyarakat tidak sembarangan membagikan informasi pribadi mereka, seperti nomor identitas atau email saat berinteraksi dengan layanan pelanggan. Faktanya, saat mencari kontak resmi suatu layanan, seperti bank atau maskapai penerbangan, sering kali kita menemui nomor-nomor palsu yang dapat menjerat pengguna yang tidak waspada.
Alfons menjelaskan bahwa para pelaku kejahatan siber dengan sengaja menyebarkan nomor layanan pelanggan palsu di situs-situs yang mudah diakses. “Kejahatan ini telah menyebabkan banyak korban dengan kerugian yang mencapai puluhan juta rupiah. Kami berharap hal ini menjadi perhatian bagi pihak berwenang agar masyarakat lebih waspada. Penting untuk memastikan bahwa nomor yang dihubungi adalah yang resmi, sehingga tidak terjerat oleh jebakan yang disiapkan oleh penipu,” ungkap Alfons.
Biasanya, ketika seseorang menghubungi nomor layanan pelanggan yang ternyata palsu, mereka akan diarahkan ke situs web yang dirancang khusus untuk menipu. Situs tersebut bisa saja menawarkan berbagai layanan yang seolah-olah resmi, seperti pengembalian dana, perubahan jadwal penerbangan, dan layanan check-in online. Namun, pada situs phishing tersebut, banyak data sensitif yang harus diisi, termasuk nama akun, nomor PIN, hingga kode verifikasi yang dikirimkan melalui SMS atau email.
Alfons menegaskan bahwa pelaku kejahatan siber sering kali memanfaatkan situasi di mana seseorang merasa panik atau membutuhkan bantuan. Pada saat-saat seperti inilah kewaspadaan seseorang biasanya berkurang, dan celaka, penipu bisa jadi bukan penolong yang diharapkan, tetapi justru manipulasi untuk menguras rekening bank seseorang. "Seseorang paling rentan terkena rekayasa sosial ketika dalam keadaan panik dan butuh bantuan. Itulah saat mereka harus ekstra hati-hati,” tambahnya.
Tak kalah penting, Alfons juga mencermati bahwa penjahat siber kini mulai mengeksploitasi celah di sistem internet banking. Salah satunya terjadi saat pengguna melakukan transfer menggunakan metode rekening virtual atau virtual account (VA). Dalam beberapa kasus, saat menggunakan layanan internet banking, bank meminta pengguna untuk memasukkan kode OTP (One-Time Password) untuk melakukan login dan tambahan OTP sebelum menyelesaikan transaksi. Namun, dalam transfer menggunakan VA, terkadang hanya memerlukan OTP login tanpa perlu tambahan OTP, memberikan celah bagi penjahat untuk melakukan aksinya.
Lebih jauh, APTIKNAS juga mengidentifikasi bahwa penipuan ini semakin canggih. Penjahat siber mulai mengeksploitasi domain "co.id," yang seharusnya memiliki proses pendaftaran yang ketat, untuk mendirikan situs phishing. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlunya perhatian ekstra dari pihak berwenang, seperti pengelola domain, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk lebih memperketat pengawasan terhadap aktivitas ilegal ini.
Dalam situasi saat ini, setiap individu diharapkan lebih aktif dalam melindungi data pribadi mereka dan selalu waspada terhadap potensi penipuan, terutama di dunia maya.