Harga Boneka Ini Tembus Rp4,5 Juta! Bea Cukai China Turun Tangan Gagalkan Penyelundupan Pop Mart—Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Tanggal: 4 Jun 2025 10:22 wib.
Mainan Pop Mart tengah menjadi fenomena global. Boneka-boneka mungil seperti Labubu dan Molly, yang dulunya sekadar koleksi lucu, kini berubah menjadi komoditas bernilai tinggi di pasar sekunder. Namun, ledakan popularitas ini juga memicu aksi penyelundupan yang kian marak. Otoritas bea cukai China pun akhirnya turun tangan, menggagalkan berbagai upaya penyelundupan mainan dari luar negeri yang bernilai fantastis.
Menurut laporan China Daily, petugas bea cukai di beberapa bandara di China menyita ratusan mainan Pop Mart yang tidak dideklarasikan dari penumpang. Mainan-mainan tersebut diduga akan dijual kembali secara ilegal, mengingat lonjakan harga dan permintaan yang luar biasa tinggi di pasar domestik.
Disita Ratusan Boneka dari Penumpang
Salah satu kasus terbesar terjadi di Bandara Internasional Changsha Huanghua, Provinsi Hunan. Sebanyak 318 boneka Pop Mart ditemukan dalam koper tiga penumpang. Sementara itu, di Bandara Internasional Hefei Xinqiao di Provinsi Anhui, seorang penumpang kedapatan membawa 94 boneka yang akan dijual kembali.
Tindakan ini bukan tanpa alasan. Harga mainan Pop Mart di luar negeri kerap lebih murah karena faktor nilai tukar mata uang dan diskon lokal. Hal ini membuat banyak pelancong tergiur untuk membeli dalam jumlah banyak dan menjualnya kembali di China untuk meraup untung besar.
Lonjakan Harga Pop Mart: Dari Rp220 Ribu Jadi Rp4,5 Juta
Pop Mart, perusahaan mainan asal Beijing yang didirikan pada 2010, kini memiliki lebih dari 500 toko yang tersebar di 30 negara dan wilayah. Produk-produknya, terutama yang edisi terbatas, menjadi buruan kolektor dan pelaku bisnis.
Contohnya, boneka Molly yang dihargai sekitar US$208 saat dideklarasikan di bea cukai, bisa dijual ulang hingga US$320 di pasar sekunder. Bahkan, boneka Labubu edisi tersembunyi yang dibanderol 99 yuan (sekitar Rp220 ribu), kini bisa laku lebih dari 2.000 yuan (sekitar Rp4,5 juta).
Menurut Peng Peng, Ketua Eksekutif Guangdong Society of Reform, kenaikan harga ini tak lepas dari efek media sosial, endorsement selebriti, dan sensasi global yang melambungkan pamor Pop Mart. “Harga tinggi ini muncul karena gabungan dari popularitas global dan dorongan media,” ujarnya kepada South China Morning Post.
Ketika Boneka Jadi Barang Panas di Pasaran
Popularitas Pop Mart, sayangnya, turut menimbulkan kekacauan. Di beberapa toko Pop Mart luar negeri, antrean panjang pembeli memicu keributan. Situasi ini memaksa perusahaan mengambil tindakan drastis.
Pada 19 Mei 2025, Pop Mart mengumumkan melalui akun Instagram resminya bahwa mereka menangguhkan penjualan seri "The Monsters" termasuk Labubu, di seluruh toko di Inggris. Keputusan ini diambil karena alasan keamanan menyusul insiden kerusuhan di toko-toko mereka.
Karakter Labubu sendiri digambarkan sebagai monster berbulu dengan telinga runcing dan gigi tajam. Ia merupakan karya desainer asal Hong Kong, Lung Ka-sing. Sedangkan Molly, sosok gadis kecil bermata zamrud besar, dirancang oleh seniman Hong Kong lainnya.
Kedua karakter ini menjadi semakin populer setelah terlihat dibawa oleh berbagai selebriti internasional, termasuk Lisa BLACKPINK, yang memperkuat citra Pop Mart sebagai koleksi eksklusif dan bergengsi.
Bea Cukai vs Penyelundupan: Siapa yang Menang?
Meski secara hukum seseorang masih diperbolehkan membawa sejumlah kecil boneka Pop Mart untuk koleksi pribadi atau hadiah, banyak penumpang menyalahgunakan celah ini untuk menyelundupkan dalam jumlah besar demi dijual kembali.
Peng Peng menyatakan bahwa menumpas penyelundupan memang sulit, namun bukan tidak mungkin. Ia mencontohkan pemberantasan penipuan daring di China sebagai model yang bisa diikuti, asalkan ada konsistensi penegakan hukum.
Namun menurut pengacara asal Hong Kong, Joe Simone, langkah hukum yang diambil dalam kasus ini kemungkinan hanya akan terbatas pada sanksi administratif. “Kebanyakan berakhir pada denda karena pelaporan barang yang tidak akurat,” katanya. Ia juga menambahkan, dalam praktiknya, “beberapa kasus lolos karena tidak semua koper diperiksa secara menyeluruh oleh bea cukai.”
Di Balik Demam Pop Mart: Peluang Bisnis atau Risiko Hukum?
Fenomena ini membuka diskusi luas tentang bagaimana barang koleksi bisa berubah menjadi instrumen investasi, bahkan komoditas spekulatif. Ketika harga satu boneka bisa meningkat hingga 20 kali lipat dari harga awalnya, banyak orang tergoda untuk menjadikan Pop Mart sebagai ladang cuan.
Namun di balik peluang besar itu, terdapat risiko hukum dan etika. Menyalahgunakan izin impor pribadi untuk kegiatan komersial dapat dianggap sebagai penyelundupan terselubung. Dan meskipun otoritas bea cukai tidak bisa memeriksa semua koper, mereka tetap menindak tegas pelanggaran yang ditemukan.