Sumber foto: iStock

Gratis Ongkir Kini Dibatasi: Apa Dampaknya bagi Konsumen, Kurir, dan E-Commerce di Indonesia?

Tanggal: 17 Mei 2025 12:50 wib.
Pemerintah Indonesia baru saja mengeluarkan aturan baru yang membatasi program gratis ongkos kirim (ongkir) dalam layanan pengiriman atau kurir. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Permen Komdigi) Nomor 8 Tahun 2025, yang mengatur secara khusus layanan pos komersial. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi untuk menciptakan industri logistik dan e-commerce yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Salah satu poin penting yang menjadi sorotan publik adalah ketentuan dalam Pasal 45, yang membahas penerapan potongan harga. Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa program potongan harga—termasuk gratis ongkir—hanya bisa dijalankan secara terus-menerus jika tarif yang diterapkan sama dengan atau lebih tinggi dari biaya pokok layanan.

Namun, jika tarif pengiriman yang ditetapkan berada di bawah biaya pokok, maka program gratis ongkir hanya diperbolehkan berlangsung selama maksimal tiga hari dalam satu bulan. Ketentuan ini tidak bersifat mutlak karena durasinya bisa diperpanjang apabila perusahaan pengiriman mengajukan permohonan resmi. Pihak Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akan melakukan evaluasi kelayakan sebelum memberikan izin perpanjangan program tersebut.

“Misalnya mereka terapkan gratis ongkir selama tiga hari, lalu mengajukan perpanjangan, ya nanti kami evaluasi apakah layak dilanjutkan atau tidak,” jelas Gunawan Hutagalung, Direktur Pos dan Penyiaran dari Ditjen Ekosistem Digital Komdigi, saat ditemui di Gedung Komdigi, Jumat (16 Mei 2025).

Kebijakan ini muncul sebagai tanggapan terhadap kekhawatiran bahwa strategi pemasaran berupa gratis ongkir yang marak di e-commerce bisa merugikan pihak-pihak tertentu, terutama para kurir yang berada di lapangan. Dalam praktiknya, diskon besar-besaran sering kali digunakan sebagai alat promosi oleh platform e-commerce, tetapi dampak jangka panjang terhadap struktur biaya operasional dan tenaga kerja kurang diperhitungkan.

Angga Raka Prabowo, Wakil Menteri Komdigi, menegaskan bahwa meski gratis ongkir sangat bermanfaat bagi konsumen dan membantu pengusaha kecil menengah dalam memasarkan produk, pemerintah tidak ingin program ini dijadikan strategi jangka panjang yang justru membebani pekerja pengiriman. Menurutnya, sebagai regulator, Komdigi harus hadir untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan bisnis dan perlindungan tenaga kerja.

“Promosi gratis ongkir memang menarik, tapi kalau terus-terusan dijalankan di bawah biaya pokok, yang rugi justru kurir-kurir kita. Ini yang ingin kita lindungi,” ungkap Angga.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan bahwa aturan baru ini hadir demi menciptakan ekosistem industri logistik yang lebih sehat dan berkelanjutan. Ia menilai bahwa diskon besar yang terus-menerus akan menciptakan ekspektasi tidak realistis di pasar. Akibatnya, perusahaan cenderung menaikkan tarif secara drastis di kemudian hari setelah sebelumnya menawarkan harga murah yang tak masuk akal.

“Industri ini harus tumbuh dengan cara yang sehat dan bisa bertahan lama. Jangan sampai masyarakat dibiasakan dengan ongkir gratis, lalu tiba-tiba dihadapkan pada harga tinggi di masa depan,” ujar Meutya.

Lebih dari sekadar membatasi program diskon, Permen Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 juga memuat lima poin strategis yang menjadi panduan pengembangan industri layanan pos dan pengiriman dalam jangka menengah ke depan. Lima poin tersebut adalah:



Perluasan jangkauan layanan secara kolaboratif selama 1,5 tahun ke depan, dengan target menjangkau 50% provinsi di Indonesia. Ini bertujuan memperkecil kesenjangan akses logistik antara daerah perkotaan dan pedesaan.


Peningkatan kualitas layanan dan perlindungan konsumen, termasuk keandalan pengiriman, transparansi harga, dan perlakuan yang adil bagi pengguna layanan.


Penguatan ekosistem industri pengiriman yang efisien dan berdaya saing, guna mendukung transformasi digital dan kemajuan sektor perdagangan elektronik.


Menjaga iklim usaha yang sehat dan berkeadilan, sehingga tidak ada dominasi pasar oleh satu atau dua pemain besar yang dapat mematikan usaha kecil.


Mendorong adopsi teknologi ramah lingkungan untuk menekan jejak karbon industri logistik yang semakin membesar seiring peningkatan aktivitas pengiriman paket.



Aturan ini secara langsung akan memengaruhi strategi promosi e-commerce, seperti yang biasa dilakukan platform besar saat event belanja nasional seperti Harbolnas, 11.11, atau 12.12. Selama ini, gratis ongkir menjadi daya tarik utama dalam meningkatkan transaksi. Namun dengan adanya pembatasan ini, perusahaan harus lebih bijak menyusun strategi yang tidak hanya berorientasi pada konsumen, tetapi juga memperhitungkan beban operasional dan keberlanjutan industri.

Kebijakan ini juga membuka ruang dialog baru mengenai hubungan antara teknologi, promosi digital, dan keadilan sosial dalam sektor transportasi logistik. Di tengah pertumbuhan e-commerce yang pesat, langkah Komdigi ini dapat menjadi fondasi untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan tidak mengorbankan pihak yang paling rentan.

Kini, para pelaku industri, konsumen, dan regulator sama-sama menantikan bagaimana aturan ini akan diimplementasikan dan dievaluasi dalam waktu dekat. Apakah akan membawa dampak positif jangka panjang? Ataukah justru menimbulkan tantangan baru dalam persaingan bisnis digital Indonesia?
Copyright © Tampang.com
All rights reserved