Sumber foto: iStock

Gen Z Kena PHK di Usia Muda? Simak Fakta Mengejutkan yang Jarang Diungkap!

Tanggal: 8 Jun 2025 15:52 wib.
Job Fair yang digelar di GOR Ciracas, Jakarta Timur, pada 19-25 Mei 2025 lalu menjadi salah satu bukti nyata tingginya antusiasme pencari kerja di Indonesia, khususnya dari kalangan Gen Z. Acara yang diselenggarakan oleh Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Nakertransgi) DKI Jakarta ini dipadati oleh ribuan pencari kerja setiap harinya. Fenomena ini mencerminkan kondisi pasar kerja yang semakin menantang, terutama bagi generasi muda yang baru lulus atau bahkan yang telah memiliki pengalaman kerja singkat.

Tahun 2025 menjadi tahun yang penuh ujian bagi Gen Z. Banyak dari mereka yang baru saja menapaki dunia kerja harus menghadapi kenyataan pahit: pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satunya dialami oleh Ibrahim Susbach, pria berusia 24 tahun asal Bekasi. Sebelumnya, ia bekerja di perusahaan oil and gas service dengan peran ganda sebagai Corporate Communication sekaligus Content Creator.

"Selama ini saya merasa jobdesk nggak jelas. Pegang dua peran tanpa arahan atau prioritas yang pasti," ungkap Ibrahim saat ditemui CNBC Indonesia.

Setelah berbulan-bulan memendam ketidaknyamanan, Ibrahim memutuskan untuk berbicara langsung kepada atasan ketika ada kesempatan untuk menyampaikan aspirasi. Ia berharap ada kejelasan mengenai tugasnya dan bahkan mengusulkan dukungan tambahan agar pekerjaan bisa lebih optimal.

Namun sayang, harapan itu tidak sesuai realita. Bukannya mendapatkan kejelasan atau dukungan, ia justru menerima tanggapan yang tertutup dan tidak konsisten. Alih-alih membantu, atasannya kembali menumpuk semua tanggung jawab ke pundaknya. Tak lama kemudian, keputusan pemutusan kerja diumumkan. Alasannya? Perusahaan memutuskan untuk membubarkan tim marketing sepenuhnya.

"Bos saya tiba-tiba mutusin kerja sama Oktober kemarin. Katanya nggak mau ada tim marketing lagi," cerita Ibrahim.

Ironisnya, setelah kejadian tersebut, beredar gosip tak sedap di lingkungan kantor. "Istrinya bilang ke karyawan lain kalau saya minta yang aneh-aneh pas perpanjangan kontrak. Lah, kalau saya minta Pajero baru, itu baru aneh," ujarnya dengan nada getir.

Kisah Ibrahim hanyalah satu dari sekian banyak cerita serupa yang mencuat belakangan ini. Laporan dari Intelligent 2024 menyebutkan bahwa 6 dari 10 perusahaan mengaku memecat lulusan baru yang mereka rekrut tahun ini. Alasan utamanya beragam, mulai dari minimnya motivasi kerja (50%), kurangnya profesionalisme (46%), hingga keterampilan komunikasi yang dianggap lemah (39%).

"Gen Z sering kali tidak siap menghadapi lingkungan kerja yang dinamis dan ekspektasi kerja yang membutuhkan kemandirian tinggi," ujar Huy Nguyen, Kepala Penasihat di Intelligent, dikutip dari Euronews.

Lebih parahnya lagi, sebuah studi menemukan bahwa sekitar 70% Gen Z masih bergantung pada bantuan orang tua dalam proses pencarian kerja. Tidak sedikit dari mereka yang membawa orang tua saat wawancara kerja atau bahkan meminta orang tua untuk menulis surat lamaran.

Selain itu, perbedaan budaya kerja antar generasi juga kerap memicu gesekan di lingkungan kerja. Gen Z yang terbiasa dengan pendekatan kerja fleksibel dan digital, kadang merasa tidak cocok dengan sistem kerja yang konservatif dan birokratis.

Namun, bukan berarti kondisi ini tidak bisa diatasi. Seperti yang dilakukan Ibrahim, keberanian untuk berbicara tetap penting meski tidak selalu membuahkan hasil sesuai harapan. Ia berpesan kepada rekan-rekan seangkatannya agar tidak takut menyuarakan pendapat, namun tetap harus siap dengan konsekuensi.

"Jangan takut speak up, tapi juga siap mental kalau hasilnya nggak sesuai harapan. Kita belajar dari situ," ujarnya.

Kondisi ini menjadi pengingat penting bagi para pencari kerja Gen Z untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin sebelum masuk ke dunia kerja. Mulai dari memperkuat soft skill seperti komunikasi dan kerja tim, memahami budaya kerja, hingga membangun mentalitas tangguh menghadapi tekanan dan perubahan.

Selain itu, penting juga bagi perusahaan untuk melakukan pendekatan yang lebih inklusif dan edukatif terhadap karyawan muda. Budaya kerja yang terbuka, jelas, dan suportif akan jauh lebih efektif dalam membentuk karyawan yang loyal dan produktif.

Dengan tantangan yang semakin kompleks, baik pencari kerja maupun pemberi kerja perlu saling beradaptasi. Dunia kerja telah berubah, dan hanya mereka yang mampu berkembang yang akan mampu bertahan.
Copyright © Tampang.com
All rights reserved